Buronan Kasus Korupsi Pasar Manggisan Dibawa ke Jember Setelah Berhasil Ditangkap di Jakarta

DETAIL.ID, Jawa Timur – Buronan kasus korupsi Pasar Manggisan yang ada di Jember, Jawa Timur, diterbangkan ke Jember. Agus Salim, sebelumnya ditangkap oleh tim gabungan Kejaksaan di Jakarta. Dia akan dihadapkan pada proses hukum selanjutnya untuk pengungkapan kasus korupsi yang sempat menjadi bola panas di ujung masa jabatan bupati Jember sebelumnya, dr Faida itu.

“Langsung diterbangkan melalui Bandara Juanda di Sidoarjo. Malam ini tiba di Jember dan langsung kita tahan,” tutur Kasi Intel Kejari Jember, Agus Budiarto saat dikonfirmasi merdeka.com, Rabu 24 Maret 2021.

Agus Salim sebelumnya ditangkap pada Selasa 23 maret 2021 di salah satu hotel berbintang yang ada di Jakarta. Penangkapan dilakukan oleh Tim Tangkap Buron (Tabur) Kejaksaan Agung bersama Tim Tabur Kejari Jember.

“Tiba di Jember sekitar pukul 20.00 WIB. Keterangan lebih lanjut, akan kita sampaikan di press conference besok ya,” tutur Agus Budiarto.

Agus Salim ditetapkan sebagai tersangka bersama dengan Hadi Sakti pada 07 Januari 2021 lalu. Keduanya sempat beberapa kali mangkir dari panggilan Kejari Jember. Namun Hadi Sakti akhirnya memenuhi panggilan pada 08 Februari 2021 dan langsung ditahan. Sedangkan Agus Salim langsung masuk dalam DPO.

Penetapan tersangka untuk Agus Salim dan Hadi Sakti menjadi babak baru dalam pengusutan kasus korupsi rehab pasar tradisional Pasar Manggisan itu. Sebelumnya, sejak awal 2020, Kejari Jember telah menetapkan empat tersangka, satu di antaranya merupakan Kepala Dinas di Pemkab Jember. Dari empat tersangka tersebut, satu diantaranya divonis bebas dan sedang diajukan Kasasi ke Mahkamah Agung.

Keterlibatan Agus Salim dan Hadi Sakti dalam kasus ini antara lain terkuat dalam amar putusan untuk Edy Shandi Abdurrahman, salah satu terdakwa yang telah diputus bersalah. Dalam salinan putusan yang diterima Merdeka.com, Edy Shandi mengerjakan proyek rehab Pasar Manggisan dengan meminjam bendera PT Dita Putri Waranawa milik Agus Salim.

Dalam putusan juga tertera, peminjaman bendera itu salah satunya karena Edy Shandi masih berkerabat dengan Agus Salim. Perjanjiannya, Agus Salim akan mendapatkan fee 2,5 persen dari nilai kontrak.

Setelah menang tender, Agus Salim kemudian memerintahkan kepada Hadi Sakti selaku kuasa direktur PT Dita Putri Waranawa, untuk mencairkan uang yang ditransfer dari Pemkab Jember. Selanjutnya, pada 3 Desember 2018, Hadi Sakti sempat mencairkan uang muka sebesar Rp 1,8 Miliar yang diterima dari Pemkab Jember.

Namun pencairan uang muka oleh Hadi Sakti itu, tidak segera dibelanjakan sebagaimana mestinya. Akibatnya, pengerjaan proyek terlambat. Meski sudah terlambat, Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Kadisperindag) Jember saat itu, Anas Maruf tidak mengontrolnya melalui rapat pembuktian atau ShowCase Meeting (SCM) sesuai ketentuan Perpres yang berlaku.

Anas Maruf saat itu, tetap mencairkan anggaran meski proyek berjalan tidak sesuai jadwal. Sampai batas akhir (deadline) pengerjaan, yaitu 31 Desember 2018, pengerjaan proyek Pasar Manggisan baru mencapai 55,46 persen.

Setelah macet beberapa bulan, penyelidik Kejari Jember masuk menangani kasus tersebut. Pada pertengahan 2019, Kejari Jember menetapkan kasus tersebut ke tahap penyidikan, meski belum ada tersangkanya.

Penetapan tersangka baru dilakukan pada awal 2020, yakni beberapa minggu setelah ada pergantian jabatan Kasi Pidana Khusus dan Kepala Kejaksaan Negeri (Kejari) Jember.

Kadisperindag, Anas Maruf menjadi satu-satunya pejabat Pemkab Jember yang terseret kasus ini. Anas yang di persidangan mengaku hanya menjalankan perintah atasannya itu, divonis 4 tahun penjara dan denda Rp 200 juta, tanpa kewajiban mengganti kerugian negara. Hal itu karena majelis hakim menyetujui pendapat Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang menyatakan Anas tidak menikmati sepeserpun hasil korupsi.

Kasus ini sempat menyeret nama bupati Jember saat itu, dr Faida. Salah satu terdakwa kasus ini, Muhammad Fariz Nurhidayat menyebut ada aliran fee sebesar 10 persen dari setiap proyek fisik yang ada di Pemkab Jember kepada rekening orang dekat bupati Faida.

Menjelang Pilkada 2020, isu keterlibatan bupati Faida sempat menjadi bola panas meski dibantah oleh Faida. Korps Adhyaksa hingga saat ini juga belum pernah sekalipun memeriksa Faida terkait nyanyian salah satu terdakwa tersebut. Alasannya, selain karena keterangan terdakwa Fariz itu berdiri sendiri, juga saat itu momentumnya menjelang Pilkada. Sesuai arahan Jaksa Agung saat itu, setiap perkara korupsi yang dikaitkan dengan kontestan Pilkada agar ditangguhkan untuk mencegah politisasi hukum.

Exit mobile version