DETAIL.ID, Jambi – Tumenggung Yusuf tak terima dengan aksi pengancaman dan perampasan terhadap saudaranya Tumenggung Jelitai yang dilakukan seorang pria bernama Wawan — yang mengaku-ngaku sebagai Sultan Jambi.
Ratusan Suku Anak Dalam (SAD) yang dipimpin oleh 14 tumenggung dari Maro Sebo Ulu, Batanghari, Jambi pun bergerak ke Kota Jambi menuntut penyelesaian hukum kepada aparat penegak hukum dan pemerintah atas dugaan perampasan dengan disertai pengancaman terhadap pimpinan SAD tersebut.
Tumenggung Yusuf — salah satu pimpinan kelompok SAD Maro Sebo Ulu bercerita, awalnya dia bersama Tumenggung Jelitai mendapat undangan pertemuan dari Wawan di daerah Buluran, Kota Jambi. Tanpa menaruh rasa curiga atau prasangka apapun, perwakilan kelompok SAD tersebut pun menghadiri undangan Wawan.
“Dak ado agenda. Itu kita diundang sama dio. Ya kita ntah itu benar Sultan atau bukan. Ya namanya pengakuan dia Sultan kita harus hormat dengan dia. Kita harus mematuhi, hadir,” kata Tumenggung Yusuf, Jumat kemarin, 30 Agustus 2024.
Namun ternyata ada udang di balik batu, Yusuf mengaku bahwa Wawan telah melakukan perampasan disertai pengancaman dan paksaan menandatangani penyerahan surat-surat berharga milik SAD Maro Sebo Ulu yakni surat pemberian dari jaman kesultanan melayu jambi serta surat pelepasan kawasan seluas 3.000 hektare lebih dari Kementerian LHK.
Berdasarkan cerita Yusuf, Wawan menodongkan senjata tajam jenis keris terhadap Tumenggung Jelitai saat pertemuan yang berlangsung pada Senin 26 Agustus 2024 itu. Dalam kondisi terancam dan ketakutan, mau tak mau surat-surat tersebut akhirnya berpindah tangan dan kini dikuasai oleh Wawan.
Parahnya lagi, saat itu oknum aparat kepolisian dan TNI juga disebut-sebut ada dalam pertemuan tersebut. Namun mereka disinyalir mendiamkan aksi Wawan terhadap perwakilan SAD.
“Jadi di situ ngajak pertemuan. Tahu-tahu di situ dia mengancam pakai senjata. Minta surat berharga. Sudah itu mengancam juga dengan senjata untuk meneken surat, bahwa surat itu untuk menyerahkan lahan seluas 3.000 hektare dengan dio. Yang kita sayangkan ada juga 1 oknum polisi dan 1 oknum TNI di situ,” ujar Yusuf.
“Masyarakat dak terima dan Tumenggung lain dak terima. Makanya turun semua (ke Jambi), ini rencananya untuk ke depan lebih banyak lagi turun.”
Keesokan harinya, Selasa 27 Agustus 2024, ratusan masyarakat SAD Batanghari pimpinan 14 tumenggung tersebut bergerak ke Jambi menuntut penyelesaian masalah. Mereka menempati Gedung Lembaga Adat Jambi dan tidur beralas tikar di teras-teras bangunan tersebut mulai dari Selasa, 27 Agustus 2024 hingga hari ini.
Tumenggung Yusuf mengatakan terdapat 270 orang atau 50 Kepala Keluarga yang ikut aksi ini. Mulai dari anak bayi sampai orang tua. Masyarakat SAD tersebut juga mengaku bahwa mereka telah melaporkan masalah ini ke Polda Jambi, mereka menegaskan tak akan meninggalkan Kota Jambi sebelum ada penyelesaian masalah yang jelas.
“Bakal bertahan di sini sampai benar-benar di proses. Berupa apapun, apa disidang adat atau disidang hukum,” ujarnya.
Jika tak kunjung ada progres atau penyelesaian masalah, Tumenggung pun tak menutup kemungkinan untuk melakukan aksi ke Polda Jambi maupun ke Kantor Gubernur Jambi. Sebab mereka merasa bahwa ruang hidup mereka kini sedang terancam.
“Kami berpikir, Wawan itu pasti merampas surat itu pasti ada kepentingan tertentu. Yang kami takutkan surat itu dirampas untuk dijual. Kalau nanti ini dijual tanah 3.000 hektare itu dimana Suku Anak Dalam mau hidup lagi? Dimana tempat perlindungan Suku Anak Dalam lagi? Dak ada lagi.” katanya.
Reporter: Juan Ambarita