PENETAPAN upah minimum di setiap penghujung tahun sering menimbulkan polemik antara pengusaha, pekerja, dan pemerintah baik ditingkat pusat maupun daerah. Kepala daerah dihadapkan pada kondisi yang serba salah karena keputusan tentang upah minimum akan selalu menuai pro dan kontra baik dari pengusaha maupun pekerja/buruh.
Peraturan pemerintah nomor 36 tahun 2001 tentang pengupahan yang merupakan regulasi teknis pengaturan penetapan upah minimum dianggap tidak adil dan cenderung merugikan pekerja/buruh karena tidak lagi menempatkan kebutuhan hidup layak sebagai acuan regulasi penetapan upah minimum tersebut.
Dalam hal ini, penulis yakni Hendra Halomoan Ambarita, S.H yang juga anggota dewan pengupahan kota Jambi menilai bahwa kebijakan tentang penetapan upah minimum yang diatur dalam UU Cipta Kerja telah mengamputasi tugas dan kewenangan dewan pengupahan karena formula penyesuaian penetapan upah minimum tidak lagi berdasarkan kebutuhan hidup layak akan tetapi hanya memasukkan angka-angka dari BPS (Badan Pusat Statistik) sesuai dengan formula/regulasi selanjutnya dewan pengupahan akan menjadi stempel saja.
Tak hanya itu, bahwa ruang partisipasi dan posisi tawar pekerja buruh dalam menentukan besaran upah minimum sudah tidak ada lagi meskipun serikat pekerja/serikat buruh masih menjadi dewan pengupahan. Belum lagi kebijakan regulasi tentang pengupahan yang baru ini juga menghilangkan penetapan upah minimum sectoral dan hal ini sangat mencederai rasa keadilan Masyarakat pekerja/buruh karena masih banyak usaha sektor unggulan dan surplus apalagi yang berhubungan dengan sumber daya alam kita ditambah rata-rata pekerja di sektor unggulan adalah pekerja skill dengan risiko kerja yang tinggi.
Maka, saat ini upah minimum pekerja di sektor tambang sama dengan upah minimum pekerja minimarket. Oleh karena itu, ke depan pemerintah khususnya kementerian dan dinas tenaga kerja sebagai penyelenggara pelayanan di bidang ketenagakerjaan harus mampu menjaga kondusifitas hubungan industrial yang berdasarkan Pancasila khususnya terkait dengan pengupahan.
Kebijakan dan layanan pengupahan sebagaimana asas kebersamaan haruslah memberikan ruang keterlibatan kepada pengusaha dan pekerja untuk merencanakan, menyusun, dan menyiapkan regulasi penetapan upah minimum yang berkeadilan dengan mengembalikan kebutuhan hidup layak sebagai acuan penetapan sesuai dengan pasal 27 ayat 2 UUD 1945 yang menyatakan tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.
*Penulis merupakan advokat dan juga aktivis buruh.