DAERAH  

KPPU Soroti Kebijakan Moratorium Penjualan Getah Pinus Keluar Wilayah Aceh

DETAIL.ID, Deli Serdang – Bertempat di Pancur Gading Hotel and Resort di Kabupaten Deli Serdang, KPPU Kantor Wilayah I menggelar diskusi kelompok terpumpun atau focus group discussion (DKT/FGD), Selasa 29 November 2022 sore.

Kali ini topiknya mengenai kebijakan moratorium penjualan getah pinus keluar wilayah Aceh.

Terutama ditinjau dari hukum persaingan usaha dan kebijakan publik.

Pertemuan ini dilakukan dalam rangka menyikapi Instruksi Gubernur Aceh Nomor 03/INSTR/2020 tentang Moratorium Penjualan Getah Pinus Keluar Wilayah Aceh.

Pemberlakuan instruksi gubernur tidak sepenuhnya berjalan lancar.

Pasalnya terdapat pihak-pihak yang merasa dirugikan dan meminta agar regulasi ditinjau ulang atau dicabut.

Hal ini karena regulasi tersebut melarang setiap orang dan atau perusahaan badan hukum membawa getah pinus ke luar Aceh.

Khususnya sebelum diolah menjadi bahan jadi dan atau bahan setengah jadi.

Dalam pertemuan tersebut, Wakil Ketua KPPU RI, Guntur Syahputra Saragih, menjelaskan selain melakukan penegakan hukum persaingan usaha, KPPU juga berwenang memberikan saran pertimbangan terhadap kebijakan pemerintah.

Kepala KPPU Kantor Wilayah I Ridho Pamungkas menambahkan, pihaknya menerima keluhan dari masyarakat.

Keluhan itu menyebutkan bahwa kebijakan tersebut diduga menjatuhkan harga jual getah pinus di Aceh.

Saat ini harga jual getah pinus di Aceh adalah sekitar Rp 14.500/Kg sedangkan di Medan sekitar Rp 18.000/Kg sampai Rp 19.000/Kg.

Larangan penjualan getah pinus ke luar Aceh disinyalir berpotensi membuat pabrik di Aceh membeli getah pinus dengan harga rendah karena tidak bersaing dengan pembeli getah pinus di Medan.

Di sisi lain, Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Provinsi Aceh, Hanan, menjelaskan Instruksi Gubernur tersebut diterbitkan setelah dikaji dan telah melewati pembahasan lintas sektoral.

Sebelum adanya kebijakan ini, sebagian besar getah pinus mentah langsung dijual ke luar Aceh.

“Selanjutnya diekspor ke luar negeri tanpa diolah terlebih dahulu,” kata Hanan.

Ia bilang ini membuat Aceh kehilangan pendapatan daerah dari retribusi.

Selain itu, saat ini di Aceh sudah ada 3 pabrik pengolahan getah pinus yang sudah beroperasi

“Ditambah 1 pabrik dalam proses perizinan dan 1 pabrik yang menyatakan akan mengajukan izin,” ujar Hanan.

Kata dia, Pemerintah Provinsi Aceh juga harus memberikan jaminan kepastian ketersediaan pasokan kepada Investor pabrik getah pinus di Aceh.

Kata dia, kebutuhan bahan baku getah pinus di Aceh mencapai 27.500 ton per tahun, sedangkan yang mampu dipenuhi baru 8.000ton per tahun.

Sementara itu menurut Wakil Dekan Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala, Dr Sri Walny Rahayu SH M.Hum, Instruksi Gubernur Aceh ini tentunya bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat.

Namun perlu dikaji lebih lanjut apakah Instruksi Gubernur ini sejalan atau tidak dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.

Kemudian, kata dia, dilihat juga apakah ketentuan ini mengakibatkan terjadinya praktek monopoli, penguasaan pasar atau kartel.

Jika itu terjadi, kata dia, maka Instruksi Gubernur ini berpotensi untuk dievaluasi.

“Perlu dilakukan kajian mendalam dengan melibatkan berbagai elemen baik dari pemerintah, pelaku usaha, masyarakat adat dan para ulama”, ungkapnya.

Hal senanda juga disampaikan oleh Kepala Biro Perekonomian Provinsi Sumatera Utara, Naslindo Sirait.

Ia berkeyakinan bahwa Instruksi Gubernur Aceh dimaksudkan untuk menyejahterakan rakyat.

Hak monopoli dapat diberikan antara lain jika memang diamanatkan oleh UU atau untuk kepentingan nasional.

Ia menyarankan diperlukan adanya hubungan kemitraan antara petani dan pabrik pengolahan getah pinus.

Dengan demikian, kata dia, petani mendapat harga yang wajar dan pabrik mendapat kepastian ketersediaan pasokan.

Sementara itu Guru Besar Ilmu Hukum Universitas Sumatera Utara, Prof. DR. Ningrum Natasya Sirait, SH, M.Li, meminta kepada pembuat kebijakan untuk berkonsultasi dengan KPPU sebelum membuat kebijakan.

“Khususnya yang terkait dengan perekonomian,” ujar Ningrum.

Ia menyarankan, review atas sebuah kebijakan tidak hanya dilihat dari 1 perspektif, namun dari berbagai perspektif.

“Sebelum membuat kebijakan yang terkait dengan dunia usaha atau perekonomian sebaiknya konsultasi dulu ke KPPU,” tegas Prof. Ningrum.

Reporter: Heno

Exit mobile version