OPINI  

Operasional Angkutan  Batu Bara Semakin Tidak Terkendali, Kartu Kuning Untuk Pimpinan Daerah Jambi

Hendra Novitra Laoly (Tengah, kiri) DETAIL/ist.

IMPLEMENTASI asas hukum dalam lapangan hukum tata pemerintahan sangat diperlukan, mengingat kekuasaan aparatur pemerintahan memiliki wewenang yang istimewa, terlebih dalam rangka penyelenggaraan kesejahteraan dan kepentingan umum (Bestuurzor). Selain Undang-undang, AUPB merupakan pedoman penyelenggaraan pemerintahan dalam menjalankan fungsinya untuk melakukan tindakan dan keputusan.

Selain tonase dan jalan yang dilalui angkutan batu bara merupakan jalan yang digunakan untuk aktivitas masyarakat dan tempat aktivitas ribuan mahasiswa Universitas Jambi dan Universitas Islam Negeri Sultan Thaha Syaifuddin, operasional angkutan batu bara menjadi permasalahan yang berlarut-larut di Provinsi Jambi, menjadi keresahan orang tua terhadap anaknya yang menempuh jenjang pendidikan di Perguruan Tinggi sekitar jalur angkutan batu bara. Terlebih sekarang aktivitas masyarakat sudah berjalan dengan normal dan telah menerapkan pembelajaran tatap muka.

Operasional angkutan batu bara secara aturan daerah Jambi yaitu dapat beroperasi dari pukul 18.00 sampai pukul 06.00 WIB. Akan tetapi hampir setiap harinya, angkutan batu bara sampai di kawasan aktivitas masyarakat terutama mahasiswa diwilayah Kecamatan Jambi Luar Kota  (Jaluko), Kabupaten Muarojambi itu di luar jam operasional yang telah ditetapkan oleh pemerintah.

Sehingga angkutan batu bara mengganggu aktivitas masyarakat dan mengganggu pengendara lain. Hal ini diperparah dengan aktivitas masyarakat terutama mahasiswa di bulan Ramadan yang ramai di sekitar pemukiman kampus. Selain itu, kondisi dari angkutan batu bara yang kotor dari lokasi tambang mengakibatkan banyaknya debu dan kondisi mobil angkutan yang sering mengeluarkan kepulan asap hitam yang mengganggu jarak pandang dan penglihatan saat mengendarai yang dapat berujung kepada hal-hal yang tidak kita inginkan seperti kecelakaan lalu lintas.

Pemerintah Daerah seharusnya harus lebih tegas dalam memperingati pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP) untuk menaati jam operasional angkutan batu bara. Pukul 18.00 WIB itu adalah waktu bergeraknya angkutan batu bara dari lokasi tambang menuju Pelabuhan Talang Duku. Padahal seharusnya, pukul 18.00 WIB itu sudah sampai di wilayah Kecamatan Jaluko.

Kalau angkutan batu bara sampai di Kecamatan Jaluko pukul 18.00 WIB, maka yang menjadi pertanyaan pukul berapa angkutan batu bara melintasi Muarabulian? Apa yang dilakukan aparat kepolisian dan penegak Peraturan Daerah? Tentu ini menjadi pertanyaan yang seharusnya tidak terlintas di benak masyarakat, apalagi masyarakat sampai berpikir bahwa “Pemerintah dan seluruh elemennya tidak bekerja atau bekerja tapi tidak serius”.

Oleh karena itu, agar tidak semakin buruk pandangan masyarakat terhadap pemerintah yang bermuara kepada ketidakpercayaan, maka Pemerintah Daerah Jambi harus bertindak tegas dan melakukan patroli secara rutin, serta pengawasan, baik terhadap angkutan batu bara maupun yang melakukan pengawasan di lapangan. Pemerintah juga dapat memberikan sanksi administratif terhadap pemegang IUP yang memberangkatkan angkutan batu bara di luar ketentuan aturan yang telah dibuat. Sehingga hal ini dapat memberikan rasa nyaman dan tidak merugikan salah satu pihak ketika berkendara di jalan.

Penulis juga memberikan solusi yang pertama, pimpinan Daerah memperhatikan dan melakukan evaluasi terhadap kinerja instansinya terkait penertiban operasional angkutan batu bara, melakukan koordinasi antar instansi dalam hal pembagian jadwal pengawasan di lapangan. Sehingga pada saat menemukan angkutan batu bara yang beroperasional di luar waktu yang telah ditentukan, maka dapat diberikan tindakan tegas dan sanksi baik kepada sopir dan pemegang IUP.

Sampai saat ini pun tidak ada berita maupun informasi bahwa adanya pemegang IUP dikenai sanksi terkait operasional angkutan batu bara yang membawa hasil tambang perusahaannya ke Pelabuhan Talang Duku dikenai sanksi. Pimpinan Daerah Jambi juga harus membuat formulasi untuk mengatasi persoalan batu bara dengan tetap melakukan pengawasan secara intens sembari menunggu formulasi yang diharapkan dapat di implementasikan yang menjadi landasan untuk kenyamanan bersama.

Kedua, memberikan ruang untuk masyarakat untuk berperan dalam pengawasan operasional batu bara, karena sebagai subjek yang terkena dampak langsung oleh angkutan batu bara seperti membuat papan aduan di sekitar lintas angkutan, sehingga memudahkan masyarakat untuk menyampaikan informasi terkait operasional angkutan batu bara di luar waktu yang telah ditentukan.

Sampai saat ini pun papan adun tidak ditemukan dan terkadang ketika informasi terkini pun disebarkan masyarakat melalu media sosial Pimpinan Daerah beranggapan itu video atau foto yang sudah lama. Hal ini berdampak pada pola pandang masyarakat terhadap pemerintah Daerah yang sering menghindar dan terkesan tutup mata terhadap permasalahan yang ada.

Ketiga, solusi ini sebenarnya bertujuan agar pemerintah merasakan perasaan masyarakat yang setiap harinya harus dihadapkan dengan Pemegang IUP yang tidak menaati aturan Daerah, Sopir yang selalu mencari ruang agar bisa lolos di luar waktu Operasional, dan Masyarakat yang menerima hantaman debu dan gumpalan asap hitam dari angkutan batu bara yakni memindahkan pemukiman Rumah Dinas Pimpinan Daerah di dekat jalan di wilayah Kecamatan Jaluko. Paling tidak, apabila pemerintah tidak dapat merasakan apa yang masyarakat rasakan setiap hari, setidaknya pemerintah dapat melihat apa angkutan batu bara itu setiap hari dipandangnya.

Kesimpulannya adalah konsisten dan komitmen seluruh elemen terkait persoalan angkutan batu bara seharusnya dapat dipertahankan dan dijalankan. Karena semua persoalan akan dapat di atas jika diselesaikan secara konsisten dan komitmen. Tahap-tahapan seperti langkah membuat formulasi kebijakan, tahap implementasi, sampai tahap evaluasi, mestinya melibatkan masyarakat yang terkena dampak langsung dan melibatkan masyarakat dalam fungsi pengawasan, sehingga persoalan operasional angkutan batu bara dapat diselesaikan dengan tidak menimbulkan kerugian kepada pihak mana pun.

*mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Jambi

Exit mobile version