DETAIL.ID, Kerinci – Dana desa sebesar Rp 600 juta raib entah ke mana. Tercatat sepanjang tahun 2015-2019, penggunaan dana desa tidak dapat dipertanggungjawabkan. Tanpa Surat Pertanggung Jawaban (SPJ) maka Desa Baru Kubang, yang terletak di Kecamatan Depati Tujuh, Kabupaten Kerinci harus mengganti dana desa tersebut.
Sona Agustio Putra selaku Penjabat Sementara (Pjs) Kepala Desa Baru Kubang, Kecamatan Depati Tujuh, justru melempar tanggung jawab. Padahal dana tersebut raib di masa kepemimpinannya. Sona justru mengaku bahwa dirinya mengikuti semua arahan dari Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa (PMD) Kabupaten Kerinci.
“Kami bertindak selama ini sesuai arahan dinas. Namun kami juga tidak menduga akan timbul persoalan. Kami merasa sudah melaksanakan sesuai arahan,” ujarnya ketika dikonfirmasi detail.id pada Kamis, 10 Maret 2022 lalu.
Akibat kelakuan Pjs Kades tersebut, Kepala Desa Baru Kubang terpilih harus menanggung raibnya dana desa itu. Desa diminta mengganti duit Rp 600 juta itu dengan cara dicicil per tahun Rp 100 juta. Sebagai Kepala Desa baru, tentunya hal ini bikin bingung. Siapa berulah, siapa yang harus bertanggungjawab.
Pemotongan dana setiap tahunnya membuat pergerakan pembangunan akan terhambat. Dana yang seharusnya dapat dimanfaatkan semaksimal mungkin menjadi tersunat.
Temuan Bisa Dicicil?
Lebih membingungkan lagi, mengapa skema penggantian dengan cara dicicil? Aturan mana yang dipakai oleh Dinas PMD Kabupaten Kerinci? Lagi-lagi, ketika dikonfirmasi, Kepala Dinas PMD Kabupaten Kerinci, Syahril Hayadi melandasi kebijakannya dengan aturan PMK.
“Mulai PMK 205/2019, PMK 222/2020 dan PMK 190/2021 semuanya mengatur soal pengembalian dana melalui pemotongan dana desa tahap ketiga setiap tahunnya, Itu dasar aturan acuannya,” ujar Syahril pada, Senin 21 Maret 2022, malam.
Ia menyebut, sanksi pengembalian itu dibebankan kepada Desa Baru Kubang karena Pjs Kades dan Kades tidak mampu menyelesaikan proses rekonsiliasi tahun 2015-2019.
“Maka sampai batasan waktu tahun 2020 tidak bisa juga memberikan bukti penggunaan dana Rp 600 juta itu, Desa Baru Kubang dianggap tidak bisa menyelesaikan proses rekonsiliasi. Dan jika desa yang tidak bisa menyelesaikan proses rekonsiliasinya, maka dana desa sebesar Rp 600 juta itu harus dikembalikan dengan cara dipotong dari dana desanya setiap tahun sebesar Rp 100 juta sampai genap Rp 600 juta,” tutur Syahril.
Sementara itu, pihak Inspektorat Kabupaten Kerinci justru menyebut Desa Baru Kubang tidak ada temuan. Ia sama sekali belum pernah mendengar atau menerima laporan temuan dari Desa Baru Kubang.
“Terkait dana rekonsiliasi itu, Dinas PMD tidak pernah berkoordinasi dengan inspektorat. Kami juga bingung, di Inspektorat juga tidak ada temuan. Tapi mengapa desa tersebut harus mengembalikan dana tersebut,” kata Kepala Inspektorat (Inspektur) Kabupaten Kerinci, Zufran S.H M.Si belum lama ini.
Lagi pula, kata Zufran, kalau pun ada temuan, proses pengembaliannya tidak bisa dilakukan secara mencicil.
“Kalaupun harus mengembalikan maka pengembaliannya harus sekaligus. Bukan dengan cara dicicil. Mengenai hal ini, Inspektorat tidak bertanggungjawab atas kebijakan pengembalian desa tersebut,” ucapnya.