UUCK Paska Keputusan MK dan Dinamika Hukum Agraria di Jambi serta Pengukuhan IHCS Perwakilan Jambi

DETAIL.ID, Jambi – RUU Investasi asing ditolak parlemen pada masa Kabinet Alisastramdjojo  1953, periode berikutnya lahir  UU  PMA NO 78 tahun 1958; UU ini stagnan hingga  pasca ditetapkannya UU  PMA NO 1 Tahun 1967  di awal era orde baru, pintu investasi asing menganga lebar mengeksplorasi dan mengekploitasi SDA dan Hutan di Nusantara secara besar-besaran.

Konfigurasi politik  reformasi dan  politik populis saat ini  tidak mengubah watak penguasa yang memprioritaskan kepentingan investasi ketimbang kepentingan rakyat. Berbagai undang-undang sektoral tidak mampu menjadi jawaban atas persoalan rakyat, Omnibus Law menjadi paket kebijakan untuk menyusun kembali  Regulasi Undang – Undang dengan menyatukan  78 UU yang disebut dengan slogan “Cipta Kerja”. 

Partisipasi rakyat dan organisasi sipil dalam proses pembentukan  UUCK No 11 tahun 2020 tidak diindahkan dan diikutsertakan. Bentuk Aksi turun ke jalan bergulir hingga saat ini, sebagian lagi dari Organ sipil menempuh jalur Uji Formil terhadap UUCK No 11 tahun 2020 melalui Mahkamah Konstitusi .

Hutan untuk kehidupan rakyat, Keadilan Sosial Sebagai Panglima

Hutan alam indonesia telah rusak semenjak 2 abad lebih saat Belanda  membabat hutan jati alam tanpa melakukan reforestasi di sepanjang pulau jawa. Jenis kayu berkualitas lainnya  dari hutan Nusantara untuk memenuhi pasokan  kebutuhan besar pabrikan kapal andalan di laut baik untuk kapal dagang maupun kapal perang negara kolonial.

Implikasi dari Perdagangan bebas sebagai Anggota WTO, konsekuensinya Indonesia harus melakukan penyesuaian UU melalu liberalisasi ekonomi, Privatisasi dan deregulasi . Sebagai negara dengan konfigurasi politik demokrasi dan ekonomi pancasila Indonesia telah kehilangan karakter.

Sebagai pelajaran bahwa menjadikan Invetsasi sebagai basis kebangkitan ekonomi telah gagal dan menhancurkan tatanan keadilan sosial.  Reformasi yang dicita-citakan sebagai  momentum penting terbukti tidak menyelamatkan bangsa, parahnya justru ikut  menghancurkan sendi-sendi demokrasi dan memberangus keadilan sosial. Politik oligarki memberi peluang pada  peran  “invisble hand” untuk bermain mata dengan penguasa alhasil kekayaan alam Nusantara hanya dinikmati segelintir konglomerat  dan penguasa yang korup.

Membangun Harapan Mengulang Sejarah

Metode Omnibus law dalam penyusunan UUCK dengan meramu sebanyak 78 undang-undang dalam 11 klaster diorientasikan membuka lapangan kerja seiring dengan mempercepat laju investasi. Sementara, UUD 1945 telah mengamanatkan proses pembentukan sebuah  UU haruslah sesuai dengan mekanisme yang telah diatur dalam peraturan perundang-undangan, sebagaimana UU no 15 tahun 2019 atas perubahan  UU N0 12 tahun 2011 tentang mekanisme pembentukan suatu undang undang.

Gelombang Penolakan terhadap UU Omninus Law oleh Organisasi sipil dari berbagai elemen   mahasiswa, serikat buruh, petani dan nelayan bergerak. Bahkan, mendapat  dukungan sebagian Gubernur, DPRD dan akademisi dari berbagai  perguruan tingggi. Perjuangan hak-hak konstitusional ini merupakan pengawalan terhadap penyelewengan kekuasaan sebagai kontrol sosial untuk  keadilan sosial.

IHCS sebagai  organ sipil yang saat ini bersama organ lainnya menginisiasi KEPAL ( Komite Penyenyelamat konstitusi), sebuah Komite tediri dari prinsipal dari berbagai  organisasi Sipil, Tim Kuasa Hukum IHCS yang  diketuai oleh Kuasa hukum Janses Sihaloho, S.H dan Komite Inzage dikoordinatori oleh  Henry David Oliver Sitorus, S.H,M.H. Akhirnya berdasarkan amar putusan mahkamah konstitusi  pada tannggal 25 November 2021 yang menyatakan UUCK  “inkonstitusional bersyarat”.

Presiden dan DPR diberikan waktu 2 tahun untuk meyusun kembali UUCK sesuai mekanisme  pembentukan UU.   Artinya dalam waktu jeda 2 tahun setelah putusan MK ini proses formil dan materiil  UUCK ini harus diperbaiki terlebih dahulu  jika tidak maka UUCK  secara permanen akan dicabut.

“Perbaikan yang dimaksud bukan hanya memperbaik tulisan, titik koma saja namun juga pemerintah mempersiapkan naskah akademik” Kata Advokat David Sitorus,SH.MH pada saat Pengukuhan IHCS Jambi 03 Februari 2021.

“Pemerintah juga semestinya tidak menerbitkan PP Tentang Bank Tanah yang akan menghidupkan kembali Domain Vorklaring Karena itu inkonstitusional,” ujarnya.

Investasi Hijau dan dinamika Konflik Agraria

Jalan modernisme Investasi lebih mulus melalui jalur pendekatan keberlanjutan atas kerusakaan sumber daya alam  dengan isu Pembangunan Hijau sebagai sebuah tanggungjawab moral yang disubstitusi dalam bentuk Kapital. Jambi pasca UNFCC cop 13 tahun 2007  di Bali memacu lebih  awal dari daerah lain sebagai pilot projek bertema melawan perubahan iklim. Paket project pembangunan hijau tidak hanya dinikmati Swasta Nasional  dan transnasional, berbagai kalangan juga telah berselancar mengambil posisi sebagai  kontribusi mengatasi krisis iklim dunia.

Di kampung di pinggiran kawasan hutan dan konsesi IUPHHK telah  memperluas konflik agraria disektor kehutanan dan non kehutanan rakyat dihadapkan dengan  Korporasi sekaligus negara. Tidak direkognisi sebagai subyek maka hampir mustahil mereka berpikir . apalagi melawan. Pelemahan ini  terbukti dengan tidak selesainya berbagai konflik agraria khususnya di jambi.

IHCS  di Jambi mendapat dukungan NGO, Ormas dan Gerakan Mahasiswa mengawal UUCK

Frans Dodi, Korwil KPA Jambi mengatakan, “Ada dua belas pasal dalam UUCK yang merugikan Rakyat, untuk itu semua elemen gerakan harus  bersatu mengawal UUCK dan turunnannya apalagi  saat ini Pemerintah telah menerbitkan PP Tentang Bank Tanah yang berpotensi merampas Tanah obyek Land reform, hadirnya IHCS  di Jambi sangat diperlukan untuk  memperkuat perjuangan  kaum tani”.

Bung Abdul Eksekutif Daerah Walhi Jambi mengatakan, “Saatnya Semuanya bersatu tanpa melihat  warnanya apa untuk menyelamatkan rakyat dan SDA alam, IHCS Jambi diharapkan bisa menjadi mitra bagi perlawanan terhadap ketidak berpihakan pemerintah”.

Lemahnya posisi tawar Rakyat, Pendamping dan Pimpinan organ sipil menjadikan proses negoisasi rakyat baik dengan pemerintah maupun korporasi  tidak berjalan berimbang bahkan mandeg.  Implikasinya penyelesaiann  konflik  menggantung tak kunjung selesai. Sementara Hak ekosob di perkampungan diabaikan tidak menjadi prioritas.  Rakyat paling di rugikan, Pembiayaan untuk mengatasi konflik sebagai beban  pemerintah  dan  swasta cukup besar.

IHCS (Indonesia Human Right Committee For Social Justice) sebuah Komite untuk HAM dan Keadilan Sosial berkantor di Jakarta berinisiatif mendekatkan komite ini pada masyarakat Jambi sebagai wilayah potensial konflik agraria terbesar

”Rakyat ,  petani dan  Pendamping perlu diproteksi dari kriminalisasi dan dibebaskan dari rasa takut dan perasaan  terintimidasi  tak ragu-ragu  dalam mempertahankan  lahan  sebagai sumber ekonomi ,mereka perlu  diberikan asupan pengetahuan yang rasional dan diperkuat posisi mereka sebagai subjek hukum. berpedoman pada

“Belajar dari perjuangan KEPAL dalam kemenangan Uji Formil ini, Kita optimis ada jalan keluar bagi persoalan agraria di jambi, Sepanjang kita yakinkan rakyat  akan adanya  Hak Konstitusional yang mutlak harus dijalankan oleh pemerintah  untuk melindungi negara dan rakyatnya, termasuk pejuang HAM untuk keadilan sosial,” Azhari Kepala Perwakilan  IHCS Jambi

“Rakyat itu subyek hukum yang merdeka dari intimidasi ini harus disampaikan, IHCS dipersiapkan   untuk menjadi Mitra dan mendampingi petani korban dan melakukan negosiasi yang fair,   seluruh dunia yang menjunjung nilai kemanusiaan mempraktekkan prinsip yang dianut penegak hukum  “equality before the law”,  tidak hanya di mata  Hukum, termasuk Hak ekonomi, politik dan budaya sebagaimana diatur dalam pasal 26 s.d Pasal 33 UUD 1945,” kata Azhari.

Diskusi UUCK Paska Keputusan MK dan Dinamika Hukum Agraria di Jambi ditutup dengan Pengukuhan IHCS Perwakilan Jambi. Penyerahan surat mandat penetapan perwakilan IHCS Jambi diberikan secara daring dan disaksikan langsung oleh pengurus pusat IHCS melalui zoom meeting.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *