DAERAH  

Walhi Jambi Bersama AJI Gelar Nobar Film The End Game, Ungkap Tamatnya Riwayat KPK

Nonton Bareng film dokumenter "the end game" di sekretarian Walhi Jambi (DETAIL/Febri)

DETAIL.ID, Jambi – WALHI bersama dengan AJI Jambi gelar menonton bersama film dokumenter terbaru garapan Watchdog, The End Game.  Film dokumenter “The End Game” diputar serentak pada 70 titik di Indonesia, Sabtu 5 Juni 2021 malam. Di Jambi, film ini diputar di sekretariat Walhi Jambi mulai pukul 19.00 WIB.

Pada film berdurasi 2 jam ini, diungkapkan kesaksian belasan pegawai dari 75 pegawai KPK yang dianggap gagal melampaui tes wawasan kebangsaan (TWK) sebagai syarat peralihan status kepegawaian menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN).

Dalam film tersebut, pegawai KPK yang dibebas tugaskan memberikan kesaksian bahwa TWK dinilai diskriminatif dan tidak masuk akal. Menurut keterangan mereka, tes tersebut justru tak ada hubungannya dengan kompetensi mereka sebagai orang yang menangani kasus korupsi. Hal ini, yang mengakibatkan tes itu akhirnya kontroversial.

Pertanyaan yang dinilai aneh dan tidak relevan saat tes berupa seperti, lebih memilih Pancasila atau Alquran? Mau tidak untuk melepas kerudung? Kalau pacaran ngapain aja? Kenapa belum menikah? Dan justru tidak ada pertanyaan terkait job desk mereka di KPK.

Gagalnya belasan pegawai senior KPK tersebut juga berdampak pada terhentinya beberapa kasus korupsi besar yang tengah ditangani, seperti kasus korupsi dana bansos, kasus korupsi simulator SIM, korupsi benih lobster yang melibatkan menteri Edhy Prabowo, hingga kasus Harun Masiku. Tentu saja hal ini berdampak pada lemahnya kinerja KPK.

Terlebih lagi korban penonaktifan tersebut punya catatan baik dalam penanganan kasus korupsi di Indonesia. Kasus-kasus besar yang berhasil diungkap KPK tak terlepas dari peran mereka.

Film ini pun menuai tanggapan beragam dari penonton, salah satunya Juan Ambarita. Ia berpendapat bahwa, peristiwa ini menunjukkan bahwa Pemerintah tidak memandang isyu korupsi sebagai persoalan yang krusial bagi bangsa ini. Ia merasa dari 75 pegawai yang gagal tes TWK itu orang-orang yang tidak bisa diragukan lagi wawasan kebangsaannya. Tindakan mereka mengungkap kasus besar merupakan implementasi dari wawasan kebangsaannya. Tidak layak rasanya jika mereka harus dites kembali.

Berbeda, Wiwin Eko Santoso yang memperkenalkan dirinya berasal dari Seloko Institute mengkritisi film dokumenter tersebut yang ia nilai tidak berimbang. Ia merasa di film itu tidak ada wawancara terhadap pegawai yang lulus tes. Baginya, film tersebut hanya mempertontonkan orang gagal.

Sementara itu, Jogi Sirait pada kesempatan malam itu menyampaikan bagaimana KPK itu lahir dari era reformasi. Dan era reformasi lahir karena betapa mendarah dagingnya masalah korupsi. Menurutnya, ada beragam upaya pelemahan KPK dari waktu ke waktu sampai akhirnya final pada masalah TWK ini.

“Kalangan jurnalis selalu mengandalkan KPK karena kasus korupsi seperti yang pernah saya liput tahun 2015, bagaimana seorang kepala daerah di Jambi itu  menerima gratifikasi Rp 3 miliar untuk menerbitkan izin perkebunan 3.000 hektare. Nah, kasus ini ditangani Kejagung tidak ada kabarnya. Di tangan KPK, dengan kemampuannya melakukan penyadapan dan OTT membantu jurnalis dan NGO bisa untuk melakukan indepth, liputan yang mendalam. Dengan lemahnya KPK hari ini menjadi persoalan baru,” katanya.

Acara malam itu ditutup dengan pernyataan seorang yang mengatasnamakan dirinya simpatisan Walhi. Ia menyebut cuma anak setan yang bilang bahwa dunia sekarang baik-baik saja.

“Sudah, saya cuma mau sampaikan itu saja,” ujarnya disambut gelak tawa para hadirin dalam acara tersebut.

 

Reporter: Febri Firsandi

 

 

 

 

Exit mobile version