Soal Rencana Tambang Batu Bara di Tebo, LP2LH Menduga Izinnya Tumpang Tindih

Tambang Batu Bara
Ketua LP2LH Tebo, Hary Irawan. (DETAIL/Syahrial)

DETAIL.ID, Tebo – Soal rencana kegiatan tambang batu bara di Desa Muara Kilis, Kecamatan Tengah Ilir, Kabupaten Tebo, Provinsi Jambi ternyata tidak lepas dari pantauan Lembaga Pemantau Penyelamat Lingkungan Hidup (LP2LH) Kabupaten Tebo.

Menurut Ketua LP2LH Tebo, Hary Irawan, lembaganya telah mengidentifikasi area rencana kerja eksplorasi perusahaan tambang tersebut. Temuan mereka, diduga terdapat tumpang tindih perizinan di sana.

“Dari koordinat peta rencana kerja yang telah di-overlay dengan Peta Koperasi Sepenat Alam Lestari (SAL), sangat jelas sebagian besar izin tambang tersebut masuk dalam izin koperasi SAL, termasuk juga wilayah Masyarakat Hukum Adat Suku Anak Dalam (MHA SAD) Kelompok Temenggung Apung,” ujar pria yang akrab disapa Wawan ini kepada detail pada Jumat, 19 Maret 2021.

Tidak itu saja, Wawan berkata, hasil identifikasi sementara, izin tambang tersebut sebagian juga masuk ke dalam izin konsesi PT Alam Bukit Tigapuluh (ABT).

Kondisi tersebut, bilang Wawan, sudah pernah disampaikan oleh Kepala Desa (Kades) Muara Kilis saat pembahasan UKL UPL eksplorasi di Dinas LH Kabupaten Tebo.

Saat sidang, kata Wawan, Kades telah menyampaikan jika peta wilayah kerja yang diajukan perusahaan tambang tumpang tindih dengan lokasi Izin Koperasi SAL.

“Saat itu kades menolak mentah-mentah dan langsung keluar dari ruangan sidang. Artinya sudah jelas bahwa kades menolak dengan alasan ini akan berdampak kepada potensi konflik,” ujar Wawan.

[jnews_element_newsticker newsticker_title=”Baca Juga” newsticker_icon=”empty” enable_autoplay=”true” autoplay_delay=”2500″ newsticker_animation=”vertical”]

Namun dia kaget ketika salah satu seniornya yang kebetulan anggota tim penilai AMDAL Provinsi Jambi memberitahukan bahwa akan ada pembahasan dokumen AMDAL dengan kegiatan yang sama, dan Kades Muara Kilis pun ikut hadir di sidang itu.

“Dalam sidang itu pula Kades menyampaikan dengan tegas menolak karena lagi-lagi peta wilayah kerja mereka tumpang tindih dengan izin Koperasi SAL,” ucap Wawan.

Menurut Wawan, hal ini terjadi akibat tidak adanya transparansi dari dinas terkait pada saat pembahasan dokumen lingkungan di tingkat kabupaten, dalam hal ini Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Tebo.

Dia menduga jika selama ini sidang pembahasan UKL UPL di tingkat kabupaten tidak pernah mengundang perwakilan dari organisasi lingkungan. Padahal itu sudah diatur dalam UU Nomor 32 tahun 2009 pasal 70 ayat 1, 2 dan 3 serta PP 27 tahun 2012 tentang Izin Lingkungan.

“Belum pernah saya dengar DLH Tebo mengundang lembaga lingkungan dan masyarakat terkena dampak saat pembahasan dokumen lingkungan. Padahal hal itu diatur UU. Artinya, dokumen lingkungan yang diterbitkan oleh DLH Tebo diragukan,” ujar dia.

Harus diingat kata Wawan, ada beberapa aspek yang perlu diperhatikan dalam menyusun dokumen lingkungan, salah satunya dampak sosial kemasyarakatan. Apalagi dalam hal ini rencana kegiatan usaha tersebut sudah jelas di sana ada kelompok SAD Tumenggung Apung dan masyarakat sekitar, apabila dinas terkait tidak memperhatikan hal tersebut dalam mengeluarkan rekomendasi, artinya ini sudah sangat menyalahi aturan, ini bisa menjadi blunder bagi pemerintah daerah,

“Saya mengingatkan, sebaiknya SK Kelayakan Lingkungan Hidup yang diterbitkan oleh Pak Bupati ditinjau kembali oleh beliau, karena jika ini tidak dilakukan potensi konflik bukan tidak mungkin akan terjadi,” kata Wawan.

 

Reporter: Syahrial

Exit mobile version