Status Belum Jelas, SKK Migas Minta Revisi UU Migas Dikebut

SKK Migas. Ilustrasi. (Detail/ist)

DETAIL.ID, Jakarta – Wakil Kepala SKK Migas Fatar Yani Abdurahman meminta pemerintah segera melanjutkan pembahasan rencana revisi Undang-Undang Minyak dan Gas (UU Migas) agar lembaganya mendapatkan kejelasan status.

Pasalnya sejak Badan Pelaksana Kegiatan Hulu Migas (BP Migas) dibubarkan Mahkamah Konstitusi pada 2012, SKK Migas sebagai instansi penggantinya hanya memiliki landasan hukum berbentuk peraturan presiden (Perpres).

Padahal, dalam Undang-Undang Cipta Kerja klaster migas, ketentuan pasal 4 ayat 3 dalam UU Migas Nomor 22/2001 diubah dengan menghilangkan ketentuan pembentukan badan pelaksana. Itu artinya ketentuan terkait badan pelaksana harus diatur dalam UU Migas.

“Kami tetap mengacu ke Pepres, tapi UU 22 Migas ini masih banyak yang kami pakai, kecuali badannya harus diubah,” ujar Fatar Yani dalam webinar ‘Sewindu Keputusan MK Bubarkan BP Migas’, Jumat 13 November 2020.

[jnews_element_newsticker newsticker_title=”baca juga” newsticker_icon=”empty” enable_autoplay=”true” autoplay_delay=”2500″]

Selain itu, tanpa adanya revisi UU Migas, kata Fatar, lembaganya juga tak bisa independen karena tersubordinasi ke dalam Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) melalui perpres.

Padahal dalam UU Migas lama, Kementerian ESDM hanya bertugas sebagai pengawas.

“Kami dari SKK migas, sebenarnya induknya akhirnya tidak independen tapi masuk dalam kelembagaan dalam hal ini ke kementerian ESDM di mana ESDM sebenarnya sebagai pengawas,” ucapnya.

Fatar menyebut ketidakjelasan kebijakan bisa membawa SKK Migas ke dalam dilema depannya. Padahal kehadiran lembaga ini sangat dibutuhkan untuk mendorong produksi migas dalam negeri dan menarik investasi.

“Sekarang pertanyannya bagaimana, mau diapakan hulu migas? Mau dibesarkan atau dikecilkan? Atau dibuat semacam BUMN?” kata Fatar.

Ia menambahkan langkah cepat harus diambil karena volume konsumsi energi fosil terus meningkat di tengah penurunan produksi. Itu membuat Rencana Umum Energi Nasional (RUEN) yang disusun pemerintah kerap tak sesuai dengan kondisi di lapangan.

Menurutnya, baru lima tahun terakhir SKK Migas berhasil mengejar target yang tercantum dalam RUEN. Itu pun dengan cara mengubah target menjadi lebih realistis.

“Maka kami buat long term plan, kira-kira 2030 seperti apa? Dapatkah capai 1 juta barel per hari? Berdasarkan data-data yang kami kumpulkan dari temuan dan potensi, itu kita yakin harusnya bisa di 2030 1 juta barel dan 12 TCF gas. Nah di sini kah payung hukum UU Migas dapat menarik investor” ujarnya.

Exit mobile version