Aliansi Buruh Minta Jokowi Ungkap Pasal Hoaks di Omnibus Law Cipta Kerja

Aliansi Buruh Minta Jokowi Ungkap Pasal Hoaks di Omnibus Law Cipta Kerja
Ratusan mahasiswa dan buruh yang tergabung dalam Aliansi Rakyat Bersatu berunjuk rasa menolak pengesahan Omnibus Law (Detail/Antara)

DETAIL.ID, Jakarta – Ketua Umum Konfederasi Kongres Aliansi Buruh Indonesia (KASBI) Nining Elitos meminta Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) untuk terbuka tentang draf Omnibus Law Rancangan Undang Undang Cipta Kerja (Ciptaker) yang telah disahkan bersama DPR kepada publik.

Nining menyatakan hal tersebut merespons penjelasan Jokowi yang disiarkan lewat youtube Sekretariat Presiden terkait UU Ciptaker, Jumat 9 Oktober petang.

“Ketika dikatakan sekarang tidak benar buka dong kasih dong stakeholder (draf RUU). Anggota dewan saja tidak dapat apalagi kita stakeholder,” kata Nining seperti dilansir CNNIndonesia, Jumat 9 Oktober malam.

[jnews_element_newsticker newsticker_title=”Baca Juga ” newsticker_icon=”empty” enable_autoplay=”true” number_post=”7″ post_offset=”1″]

“Kalau memang hoaks, buka pasal per pasal. Bandingkan mana yang hoaks, mana yang benar,” ucap dia.

Nining mengatakan disinformasi yang selama ini beredar di masyarakat bukanlah sepenuhnya kesalahan masyarakat.

Melainkan keterbukaan pemerintah dan DPR yang dinilai masih minim atas pembahasan RUU Ciptaker hingga pengesahannya yang dilakukan dalam Rapat Paripurna DPR, Senin, 5 Oktober lalu.

“Sehingga ya enggak salah dong kalau banyak polemik dan spekulasi. Kan pemerintahnya sendiri yang tidak membuka semuanya jadi terang,” katanya.

Nining menerangkan pemahaman para buruh, dan juga elemen masyarakat lain, selama ini adalah berdasarkan pada draf RUU Cipta Kerja. Ia meyakini pada draf yang tersebar, beberapa hak buruh memang dihilangkan. Namun, kini pihaknya bingung lantaran hak tersebut diklaim pemerintah tetap dipertahankan.

“Draf setelahnya kita buatkan perbandingan faktanya benar kok bahwa ada pasal yang dihilangkan. Nah, kalau sekarang memang benar tidak dihilangkan tunjukkin dong. Dan, kalau sebenarnya sama saja, kenapa harus ada UU Cipta Kerja? Sudah pakai saja UU Ketenagakerjaan dulu,” ujar dia.

Lebih lanjut, Nining mengatakan UU Cipta Kerja sudah memiliki cacat prosedural sejak awal prosesnya. Seharusnya, dalam setiap paripurna harus diserahkan Daftar Inventaris Masalah (DIM) lalu dilakukan pembahasan.

[jnews_element_newsticker newsticker_title=”Baca Juga ” newsticker_icon=”empty” enable_autoplay=”true” number_post=”7″ post_offset=”1″]

“Kemudian poin mana saja yang berubah dan mana saja yang dikembalikan ke UU. Karena itu kita meyakini ini sejak awal cacat prosedural,” ujarnya.

Nining pun mendesak agar Pemerintahan Jokowi-Ma’ruf Amin bertanggungjawab penuh dalam melindungi segenap masyarakat serta buruh di Indonesia.

Sebelumnya, Jokowi mengatakan banyak terjadi disinformasi dalam memahami UU Cipta Kerja. Jokowi memastikan uang pesangon, cuti bahkan jam kerja buruh dibuat dengan tidak merugikan, dan tidak menghilangkan hak buruh lainnya.

Sementara itu, mengenai draf Omnibus Law UU Ciptaker yang telah disahkan sendiri belum ada kejelasan hingga saat ini.

Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR RI Achmad Baidowi saat dikonfirmasi pada Kamis 8 Oktober memastikan Draf Undang-undang Omnibus Law Cipta Kerja yang tersebar di masyarakat hingga menimbulkan gelombang protes bukan naskah asli undang-undang tersebut.

Anggota Baleg DPR Firman Soebagyo juga memastikan penyusunan draf Omnibus Law UU Cipta Kerja sudah final, dan tak akan ada perubahan lagi.

Meskipun demikian, kata dia, saat ini sedang dibaca oleh tenaga ahli dan ahli bahasa untuk menelusuri kesalahan ketik atau peletakan tanda baca sebelum dikirim ke Kementerian Sekretariat Negara (Kemensetneg) guna ditandatangani presiden lalu diundangkan ke dalam lembar negara dengan diberi nomor.

“Yang namanya UU disahkan itu sudah final, tidak ada UU yang disahkan belum final. Namun, waktu ketok palu, itu masih harus ada tugas tenaga ahli dan ahli bahasa membaca sebelum dikirim ke presiden, apakah ada salah typo atau salah pengertian dalam bahasa Indonesia yang baik dan benar, itu seperti apa sistem penulisannya itu yang dicek ulang” kata Firman, Jumat 9 Oktober 2020.

“Jangan sampai bolak balik karena walau sudah benar begitu dikirim ke Setneg, Setneg akan baca ulang. Kalau pun ada salah typo, dikembalikan pada DPR untuk disempurnakan bersama untuk kemudian diparaf presiden,” ujarnya.

[jnews_element_newsticker newsticker_title=”Baca Juga ” newsticker_icon=”empty” enable_autoplay=”true” number_post=”7″ post_offset=”1″]

Lebih lanjut, Firman enggan menjelaskan alasan draf omnibus law RUU Ciptaker tidak dibagikan ke anggota dewan saat rapat paripurna berlangsung, sebagaimana diungkapkan PKS dan Demokrat.

Exit mobile version