MEDIA SOSIAL saat ini tak hanya menjadi sarana untuk berinteraksi, namun juga sebagai tempat untuk melaksanakan proses pembelajaran. Guru sebagai pemilik akun media sosial yang memiliki jumlah pengikut/siswa (followers) bisa menjadi ladang pahala dalam menebar kebaikan mendidik anak bangsa.
Selama masa pandemi dimana proses pembelajaran dilakukan dari rumah. Ini membuat guru mendadak menjadi influencer. Pembelajaran tanpa tatap muka dan diharuskan menggunakan media sosial sebagai platform dalam menyampaikan materi pembelajaran. Penggunaan media sosial dalam pembelajaran mengharuskan guru ‘pandai-pandai’ mempengaruhi siswa dan orang tua untuk tertarik dengan posting-posting guru.
Influencer adalah seseorang yang memiliki kemampuan untuk mempengaruhi keputusan pembelian orang lain karena dia memiliki otoritas, pengetahuan, posisi, dan hubungan dengan audiensnya (Tribun). Dalam dunia pendidikan, influencer adalah orang yang memiliki pengaruh yang ‘membelokkan’ motivasi siswa untuk konsisten belajar, mengerjakan apa pun tugas yang diberikan oleh guru. Guru harus pandai untuk menggerakkan hati siswa dan orang tua untuk ‘membeli produk pembelajaran’ guru.
Influencer berasal dari kata ‘influence’ yang berarti ‘pengaruh’. Influencer sama dengan ‘pemengaruh’. Influencer adalah figur yang dikenal di bidangnya. Influencer memiliki banyak pengikut. Apa yang disampaikan di akun medsos bisa mempengaruhi followernya (Detik).
Jadi, guru bisa disebut influencer karena guru merupakan figur yang terkenal di kalangan followernya (baca: siswanya). Guru dikenal dengan ilmunya, pengetahuannya yaitu ilmunya untuk mendidik. Dalam beberapa kasus, bagi seorang anak ‘biasanya’ lebih percaya dengan guru dibandingkan dengan orang tuannya. Ini sebagai bukti guru itu influencer, mempengaruhi persepsi anak didiknya.
Influencer bertugas mempengaruhi dan menggiring opini siswa dengan komunikasi daring untuk meyakinkan mereka akan penting belajar sebagai penentu masa depan dengan menanam kepercayaan diri untuk mengembangkan potensi diri secara maksimal.
Pengaruh adalah kekuatan seorang guru sebagai influencer. Mereka bisa menjadi trend setter (niagahoaster), dimana para siswa dapat mengikuti gaya yang dimiliki influencer (guru) yang selalu berkolaborasi memperkaya ilmu pengetahuan secara terus menerus, menulis sesuatu yang bermakna dan inspirasi yang bermanfaat dengan kekuatan media sosial.
Guru sebagai influencer wajib memiliki akhlak dan perilaku baik. Tidak boleh salah, semua tingkah laku, bahasa yang digunakan harus menyejukkan dan menggembirakan para siswa. Akhlak dan perilaku baik ini juga dinampakkan guru dengan men-share posting yang memudah segala urusan siswa dan akhirnya membuat lebih nyaman dalam belajar.
[jnews_element_newsticker newsticker_title=”Baca Juga” newsticker_icon=”empty” enable_autoplay=”true” autoplay_delay=”2500″ newsticker_animation=”vertical”]
Akhlak dan perilaku baik ini berhubungan dengan personal branding yang dimiliki sebagai wujud dari kompetensi kepribadian dan sosial yang harus dimiliki seorang guru dalam menjalankan tugas baik dalam proses pembelajaran dalam kelas maupun berinteraksi di luar kelas dengan siswa sebagai penyebar informasi atau materi pembelajaran, dan penyambung silaturrahmi dengan orang tua dan masyarakat sekitar.
Tugas guru sebagai influencer menyampaikan pesan-pesan positif, motivasi inspiratif dan memposting pesan yang menggerakkan siswa untuk berbuat baik. Dengan perkembangan media sosial, influencer menjadi salah satu pekerjaan yang memiliki dampak besar pada masyarakat (Tempo). Seseorang yang menjadi influencer adalah orang yang berhasil mempengaruhi cara siswa dalam belajar, memilih platform belajar yang digunakan, menentukan materi tambahan yang bisa diakses dengan mudah.
Dalam proses pembelajaran daring, interaksi dan komunikasi menjadi sebuah keniscayaan. Guru perlu mempertimbangkan intensitas update konten (materi pembelajaran) yang comprehensible input, materi yang dengan mudah dipahami. Satu hal yang tidak boleh lupakan adalah konten yang dibagikan harus variatif: teks dari sumber yang berbeda, gambar realia, kartun atau ilustrasi yang menarik.
Guru sebagai influencer dalam setiap postingnya harus meyakinkan siswanya bahwa apa yang didiskusikan itu berguna bagi kehidupan siswa, terkoneksi dengan kebutuhan masa depan siswa, dan yang paling penting menyadarkan bahwa tidak ada yang percuma berkomunikasi dalam proses pembelajaran. Bisa jadi, materi itu belum tampak kegunaannya saat pembelajaran, tapi guru bisa meyakinkan siswa bahwa konten yang diposting akan berpengaruh di masa depan bila siswa menguasai secara utuh.
Postingan guru sebagai influencer bukan hal yang biasa tapi mendongkrak, mengungkit semangat, konsistensi dan stamina belajar siswa. Semakin intensif dan variatif posting tersebut, semakin besar kemungkinan siswa menguasai materi yang diberikan. Sekaligus membangun kedekatan dengan siswa, yang akhirnya ‘menyamankan’ siswa untuk belajar sesusah apa pun materi yang diberikan.
Bagi guru tidak penting jenis-jenis influencer berdasarkan jumlah followers-nya: 1) nano influencer: memiliki followers 1000 sampai 10.000 orang; 2) micro influencer: memiliki jumlah followers 10.000 sampai 100.000; 3) macro influencer: memiliki followers antara 100.000 sampai 1 juta followers; dan 4) mega influencer: memiliki lebih dari 1 juta followers. (Tribun)
Yang penting bagi guru sebagai influencer adalah makna dari posting yang bisa menginspirasi para siswa, bisa disebar secara luas dalam waktu singkat, tetapi, tentu saja biaya yang terjangkau. Posting guru itu berdasarkan pengetahuan yang dimiliki, bukan hanya jumlah pengikut.
Kita sambut baik inovasi Kementerian Komunikasi dan Informatika yang mewacanakan pelibatan Aparatur Sipil Negara (ASN) untuk menjadi influencer pemerintah.
Guru sebagai ASN dan sebagai influencer ini nantinya bertugas sebagai perpanjangan tangan untuk menyebarkan program-program pemerintah kepada publik melalui media sosial dalam bidang pendidikan. Tugas guru dalam konteks ini mengutamakan penanaman jiwa nasionalisme kepada siswa dengan mengajak siswa untuk memaksimalkan potensi diri dalam pembelajaran.
Hasil riset Wearesosial Hootsuite yang dirilis Januari 2019, pengguna media sosial di Indonesia mencapai 150 juta jiwa atau sekitar 56 persen dari total populasi. Tingginya penggunaan media sosial di tengah-tengah masyarakat dapat menjadi momentum bagi pemerintah untuk meng-upgrade media penyebaran informasi publik. (Detik)
Posting seorang guru harus mencerahkan dunia pendidikan dengan konten-konten positif. Guru sebagai influencer ini bukan “pembenar” dari setiap informasi, tetapi sebagai penjelas informasi ke publik dan penghubung ide dan saran masyarakat untuk pendidikan berkualitas, sehingga publik merasa terbantu dan mempercepat pemahaman publik tentang informasi tersebut, sekaligus memberi efek persuasif untuk berbuat kebaikan dan menghormati sesama.
Guru sebagai influencer harus berperan sebagai “orang baik” dengan menyibukkan diri melakukan aktivitas yang dapat membantu siswa istikamah dalam mencintai ilmu, menghibur siswa dengan konten yang khas sebagai bentuk kepedulian dalam dunia pendidikan, menyebarkan informasi yang valid, telah melalui verifikasi data dari pihak berwenang, dari sumber yang dapat dipercaya, atau berita dari media-media mainstream. Pantang bagi guru mengunggah sesuatu yang belum tentu kebenarannya dari sumber yang ‘abal-abal’.
Guru sebagai influencer bekerja dengan dasar hormati pendapat orang lain. Perbedaan pendapat merupakan hal yang biasa dalam kehidupan sehari-hari. Untuk menjadi influencer, menghormati pendapat orang lain harus menjadi fondasi utama dalam berkomunikasi. Dengan menghormati pendapat orang lain, akan lebih mudah untuk mempengaruhi, mengajak berbuat kebajikan.
Tugas selanjutnya adalah membuat semua orang penting. Seorang guru bukanlah apa-apa. Semua orang memiliki peran, tugas dan fungsi masing-masing. Guru dilarang keras meremehkan orang lain apa pun latar belakangnya. Orang ini akan berperan pada waktunya. Kalau orang lain dihargai atau merasa dihargai akan mempermudah guru dalam menanamkan pengaruh yang positif.
Ini bisa dilakukan dengan membangun kredibilitas dengan memperkenalkan kemampuan dan keahlian yang dimiliki. Sebagian konten yang diposting haruslah hasil ‘keringat’ guru melalui analisis tajam tentang isu yang sedang berkembang. Posting ini menjadi yang berbeda. Bukan hanya ‘copas’ dari situs tertentu kemudian di-share.
Sebagai influencer bukan hal yang mudah bagi guru. Hanya guru yang kreatif, literat, banyak membaca dan menulis bisa melakukan ini. Tidak apa-apa guru menjadi influencer.
*) Penulis adalah Pendidik di Madrasah