OPINI  

Kemerdekaan di Tengah Pandemi

Kemerdekaan

“MERDEKA atau mati?” Itulah pekik semboyan yang selalu diteriakkan oleh para pejuang kemerdekaan di masa perang melawan penjajah. Di zaman pandemi, “protokol kesehatan atau terpapar”, menjadi pekikan yang harus selalu digelorakan. Pekikan ini bermakna bahwa rakyat Indonesia tidak boleh menyerah melawan COVID-19.

Kini peringatan HUT RI ke-75, Indonesia tengah berjuang dalam sebuah peperangan menghadapi wabah pandemi COVID-19 yang menggerogoti kehidupan kita. Wabah ini benar-benar mengubah wajah negeri ini. Pemerintah dan seluruh rakyat tengah berjuang untuk merebut kembali “kemerdekaan”. Merdeka dari serangan wabah COVID-19 untuk melanjutkan kembali membangun mentalitas manusia yang terhenti akibat pandemi ini.

Proklamasi kemerdekaan merupakan titik awal perjuangan mempertahankan dan mengisi kemerdekaan. Merdeka dari kebodohan dan keterbelakangan. Merdeka dari COVID-19. Jangan biarkan bangsa ini mati diterkam ganasnya pandemi COVID-19. maka bangsa ini harus tetap semangat dan sehati dalam melawan pandemi COVID-19.

Momentum ini mengingatkan bangsa Indonesia pada sejarah perjuangan pahlawan bangsa yang rela mengorbankan jiwa dan raganya demi kemerdekaan. Perjuangan ini harus dilanjut dengan semangat yang sama menghadapi penyebaran COVID-19 ini yang masih mengkhawatirkan.

Tahun ini, Indonesia memperingati hari jadinya dalam situasi pandemi yang meluluhlantakkan sendi kehidupan. COVID-19 seolah hadir sebagai “pasukan musuh” yang menyerang ‘membabi buta’ tanpa henti pasukan negeri. Berbagai strategi ‘perang’ sudah dilaksanakan: physical distancing, PSBB, wajib pakai masker, WFH, Pembelajaran daring, cuci tangan dengan sabun atau hand sanitizer, stay at home, dsb. Tapi tampaknya belum berhasil.

[jnews_element_newsticker newsticker_title=”Baca Juga” newsticker_icon=”empty” enable_autoplay=”true” autoplay_delay=”2500″ newsticker_animation=”vertical”]

Di sini perlu ketangguhan, pantang menyerah  dan daya tahan dan adaptasi para pejuang dalam merebut kemerdekaan telah pula terbukti mampu membawa perjalanan bangsa Indonesia keluar dari belenggu penjajahan. Spirit ini masih relevan dilakukan di tengah kondisi bangsa kita yang tengah menghadapi dampak pandemi COVID-19.

Pada peringatan Kemerdekaan kali ini, kita masih menghadapi musuh tidak kasat mata, musuh yang bisa menyerang tiba-tiba, musuh yang menyerang siapa saja yang lengah, musuh yang tidak bawa senjata canggih. Musuh ini tidak bisa diserang, tetapi hanya bisa diperangi dengan disiplin menerapkan protokol kesehatan. Protokol kesehatan atau terpapar!

Kalau dilawan dengan kekuatan ‘fisik’, mungkin kita tidak berdaya. Waktunya kita ubah strategi dengan menerapkan ‘perang psikologis’.

Pertama, musuh ini akan kalah bila kita jujur pada diri sendiri, kepada tenaga medis saat tubuh merasa tidak sehat, dan menunjukkan gejala terpapar COVID-19. Jujurlah dengan riwayat perjalanan sebelumnya. Jujurlah dengan siapa saja melakukan kontak, kapan dan di mana. Dengan jujur, berarti kita membantu tenaga medis mengambil tindakan yang cepat dan tepat. Dengan jujur, sepahit apa pun risikonya, kita sudah membantu memperpendek penyebaran virus corona.

Dengan jujur, kita menyelamatkan banyak orang, juga menyelamatkan keluarga dan orang-orang tercinta di sekitar kita. Orang jujur adalah orang yang terdepan menghentikan penyebaran covid-19 ini. Orang jujur tak akan pernah merugikan orang lain. Orang yang jujur pasti mendapat pertolongan dari semua pihak.

Kedua, meningkatkan ‘imun’ psikososial dengan menjadi orang baik dan bijak dengan tujuan untuk menggembirakan dan menyenangkan orang di sekitar kita: 1) wajah yang senantiasa menggembirakan, memiliki penampilan diri yang menyenangkan bila dipandang, murah senyum, hangat berkomunikasi, dan kehadirannya senantiasa dirindukan; 2) tutur bahasa yang santun, berbahasa yang menggembirakan dan  melegakan lawan bicara. mudah dipahami dan tidak membuat orang tersinggung, tidak menyebarkan berita hoaks, dll.

Kemudian, 3) hati yang menyenangkan, sikap dan perilaku menginspirasi orang bagi sekitar. Kehadirannya memberi solusi, menyehat orang sekitar; 4) lapang dada, berjiwa terbuka dan bertoleransi. Arif menghadapi suasana gembira dan sedih, bijaksana dalam mengambil keputusan dan 5) ringan tangan membantu siapa saja, membantu tanpa perlu diminta.

Ketiga, musuh ini perlu dilawan dengan sikap  ikhlas, pasrah, dan sabar dengan miliki:  a) perasaan tidak punya apa-apa di hadapan oleh Tuhan, sehingga hal ini akan menciptakan perasaan bahwa memang segala sesuatu yang terjadi di dunia ini sudah di skenariokan oleh Tuhan dan mungkin itulah yang terbaik bagi-Nya.

Kemudian, 2) perasaan tenang dan bahagia ketika menghadapi segala bentuk ujian kehidupan, karena ujian yang diberikan kepada makhluk-Nya adalah sesuai dengan kadar kemampuannya dan percayalah bahwa Tuhan tidak akan menguji melewati batas kemampuan kita.

Dan, 3) perasaan cemas, khawatir dan takut karena kita sebagai manusia memang tidak punya apa-apa dan hanya berharap kepada Tuhan semata, sehingga hal ini akan membuat kita semakin semangat dan bersungguh-sungguh untuk melakukan segala hal yang baik dan mengharapkan rida-Nya. (diolah dari berbagai sumber)

Keempat, pada kondisi sulit ini kita tidak boleh menyerah tapi boleh berserah. Ujian demi ujian akan senantiasa datang dan pergi silih berganti. Inilah proses kehidupan alamiah yang dialami oleh semua orang tanpa kecuali.

Dipastikan, mengeluh tidak akan mengubah apa-apa, hanya membuat kita lebih menderita. Dan mengucap syukur mungkin tidak langsung mengubah keadaan, namun setidaknya dengan bersyukur kita telah menaruh harapan dan akan menguatkan hati menghadapi ujian hidup.

Berserah atau menyerah adalah pilihan. Berserah adalah suatu sikap di mana kita percaya kepada Tuhan bahwa rencana-Nya pasti yang terbaik (indonesiaone.org). Fokus kita bukan pada memiliki persoalan yang besar tapi berprinsip ada Tuhan yang Maha Besar yang pasti membantu kita menghadapi persoalan tersebut. Berserah berarti percaya, kita menyerahkan persoalan hidup kepada kehendak Tuhan.

Sedangkan jika kita menyerah, tidak ada lagi daya dan usaha yang harus dilakukan, Tidak ada lagi ikhtiar yang diusahakan, tidak ada lagi pemikiran untuk menemukan solusi dan jalan keluar. Semua sudah ‘buntu’. Kita memang sudah angkat tangan, berbendera putih dikibarkan sebagai bukti kekalahan.

Dirgahayu Republik Indonesia, 75 tahun Indonesia Maju. Tetap patuhi protokoler kesehatan untuk Indonesia maju, merdeka dan bebas dari wabah pandemi COVID-19.

 

*Penulis adalah Pendidik di Madrasah

Exit mobile version