Kapolri Respons Jenazah Pasien Corona Dijemput Paksa

Kapolri
Ilustrasi (Detail/ist)

DETAIL.ID, Jakarta – Kapolri Jenderal Idham Aziz mengeluarkan surat telegram untuk merespons kasus penjemputan paksa jenazah pasien dalam pengawasan (PDP) virus corona oleh anggota keluarga di sejumlah daerah.

Surat Telegram Kapolri Nomor ST/1618/VI/Ops.2/2020 tanggal 5 Juni 2020 itu ditandatangani atas nama Kapolri oleh Kabaharkam Polri sekaligus Kepala Operasi Terpusat Kontijensi Aman Nusa II-Penanganan COVID-19 Tahun 2020, Komjen Agus Andrianto.

Agus menuturkan surat telegram itu ditujukan untuk para Kasatgas, Kasubsatgas, Kaopsda, dan Kaopsres Opspus Aman Nusa II 2020 untuk berkoordinasi dan bekerja sama dengan rumah sakit yang menjadi rujukan untuk penanganan pasien COVID-19.

“Mendorong pihak rumah sakit rujukan COVID-19 untuk segera melaksanakan tes swab terhadap pasien yang dirujuk, terutama pasien yang sudah menunjukkan gejala COVID-19, memiliki riwayat penyakit kronis, atau dalam keadaan kritis,” kata Agus dalam keterangannya seperti dilansir CNNIndoensia.com, Selasa (9/6/2020).

[jnews_element_newsticker newsticker_title=”baca juga” newsticker_icon=”empty” enable_autoplay=”true” autoplay_delay=”2500″ newsticker_animation=”vertical” include_category=”10″]

Agus menuturkan tes swab tersebut harus dilakukan agar pasien bisa mengetahui positif atau negatif terinfeksi COVID-19. Dengan demikian, tidak akan timbul keraguan dari pihak keluarga kepada rumah sakit dalam proses penanganan pasien.

Selain itu, Agus menambahkan, surat telegram itu juga memerintahkan untuk kepolisian berkoordinasi dan bekerja sama dengan pihak rumah sakit rujukan guna memastikan penyebab kematian pasien apakah benar-benar karena terpapar COVID-19 atau tidak.

“Jika jenazah yang dimaksud telah dipastikan positif COVID-19, maka proses pemakamannya harus dilakukan sesuai prosedur COVID-19,” ucap Agus.

Namun jika jenazah terbukti negatif COVID-19, maka proses pemakamannya dapat dilakukan sesuai dengan syariat atau ketentuan agama masing-masing.

Kendati demikian, Agus menegaskan kepada pihak keluarga agar proses persemayaman dan pemakamannya tetap menerapkan protokol kesehatan, mulai dari pakai masker hingga jaga jarak.

“Terus berikan edukasi dan sosialisasi secara masif kepada masyarakat terkait proses pemakaman jenazah COVID-19 sehingga tidak terulang kembali kejadian seperti dalam video yang viral kemarin, termasuk jangan sampai ada lagi penolakan pemakaman pasien COVID-19 oleh masyarakat,” ujarnya.

Kasus penjemputan paksa jenazah PDP oleh pihak keluarga diketahui terjadi di Makassar, Sulawesi Selatan. Kejadian tersebut terjadi di RS Dadi Makassar pada 3 Juni lalu dan rekaman peristiwa itu beredar viral di media sosial.

Kemudian, kasus serupa juga terjadi di salah satu RS rujukan corona di Bekasi Timur, kota Bekasi dijemput paksa oleh keluarganya. Jenazah tersebut diketahui berasal dari Tambun Utara, Kabupaten Bekasi.

Lalu, di Kabupaten Penukal Abab Lematang Ilir (PALI), Sumatera Selatan terjadi peristiwa jatuhnya jenazah hingga keluar dari peti pada proses pemakaman menggunakan protokol COVID-19.

Kejadian tersebut menyebabkan protes dari pihak keluarga. Apalagi, pihak keluarga juga keberatan dengan proses pemakaman yang menggunakan protokol COVID-19 sebab belum dilakukan tes swab terhadap pasien.

Kejadian serupa juga terjadi di Surabaya di mana pasien kecelakaan lalu lintas yang dalam pemeriksaannya diberi status Pasien Dalam Pengawasan (PDP), jenazahnya dibawa rekan dari RSUD Dr Soetomo untuk dimakamkan tanpa protokol COVID-19. Pihak RSUD Dr Soetomo menyatakan memiliki pertimbangan medis dalam menetapkan PDP pada pasien itu saat masih dalam perawatan.

Humas RSUD dr Soetomo, Pesta Parulian, mengatakan dalam penanganan medis diketahui pasien mengalami gejala COVID-19 sehingga dilakukan tes swab PCR. Namun karena antrean di laboratorium, hasilnya pemeriksaan belum keluar saat pasien meninggal.

“Memang dalam perjalanannya swab itu butuh waktu 1-2 hari, karena dengan load [antrean] yang banyak yang mau diperiksa, mungkin rombongan sampelnya si pasien ini tidak masuk dalam rombongan pertama, karena pemeriksaan ada 100 dalam sekali jalan 8 jam pemutaran,” katanya, Senin (8/6/2020)

Meski demikian, Pesta mengungkapkan selain mengalami gejala Covid-19 itu, pasien mengalami kondisi yang berat karena ia dirawat memang karena kecelakaan.

Exit mobile version