Berdasarkan Putusan PN Jakarta Utara dan Putusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta itu, KLHK, melalui kuasa hukumnya, 7 Agustus 2019, mengajukan gugatan kembali terhadap PT ATGA di PN Jambi.
Saat ini sudah ada 17 perusahaan terkait kasus karhutla yang digugat KLHK. Sudah ada 9 perkara yang berkekuatan hukum tetap dengan nilai gugatan mencapai Rp1,15 triliun.
“Jumlah perkara serupa yang akan kami gugat terus bertambah sesuai permasalahan yang terjadi, dengan melibatkan Tim Jaksa Pengacara Negara Kejaksaan Agung,” kata Jasmin Ragil Utomo.
[jnews_element_newsticker newsticker_title=”baca juga” newsticker_icon=”empty” enable_autoplay=”true” autoplay_delay=”2500″ newsticker_animation=”vertical” number_post=”10″]
Rasio Ridho mengatakan, KLHK tidak akan berhenti mengejar pelaku karhutla. Gugatan tersebut bukti bahwa KLHK tidak berhenti menindak pelaku karhutla. Meskipun terjadinya karhutla sudah berlangsung lama dan pelaku mencoba menggunakan berbagai cara.
“Kami akan tetap melacak dan menindaknya. Kami dapat melacak jejak dan bukti karhutla dengan dukungan ahli dan teknologi. Putusan PN Jambi ini harus menjadi pembelajaran bagi korporasi lainnya agar lebih berhati-hati dan tidak membuka lahan dengan cara membakar,” kata Rasio Ridho.
Lebih lanjut, Rasio Ridho mengatakan, walaupun ditengah situasi pandemi COVID-19, pihaknya terus melakukan pengawasan dan penindakan. KLHK serius menangani kejahatan lingkungan hidup dan kehutanan karena kejahatan luar biasa, termasuk Karhutla.
Sebab, kejahatan seperti Karhutla ini berdampak langsung pada kesehatan masyarakat, ekonomi, kerusakan ekosistem yang mencakup wilayah yang luas, lintas wilayah, dan bahkan lintas batas negara untuk waktu yang lama.
“Bagi kami saat ini tidak ada pilihan lain, selain menindak pelaku karhutla dengan menghukum seberat-beratnya. KLHK akan menggunakan semua instrumen penegakan hukum, apakah sanksi administrasi, hukum pidana dan perdata, termasuk mencabut izin, penjara, dan denda bila perlu pembubaran perusahaan, agar pelaku jera,” ujar Rasio Ridho.