OPINI  

Entah Apa yang Merasukimu: Nyawa Gurumu Kau Buru!

Cocokologi
Bahren Nurdin

Entah apa yang merasukimu

Hingga kau tega menghianatiku

Yang tulus mencintai

Salah apa diriku padamu

Hingga kau tega menyakiti aku

 -Band Ilir 7-

KARENA lagi viral, agaknya lirik lagu ini boleh juga menjadi pengantar artikel ini untuk menanggapi fenomena pembunuhan seorang guru oleh siswanya sendiri di Manado (21/10/2019).  Seorang oknum siswa SMK Ichthus tega menghabisi nyawa gurunya dengan tusukan yang membabi buta. Entah apa yang merasukinya!

Salah apa gurumu, Nak? Mengapa kau tega menyakitinya? Hanya karena dia menegurmu atas perbuatanmu yang mendatangkan kebaikan bagimu? Ketahuilah, cinta gurumu sangat tulus padamu, Nak. Salahkah gurumu menginginkan masa depanmu yang lebih baik?

Ini entah yang ke berapa kali di negeri ini terjadi penganiayaan siswa terhadap guru. Guru benar-benar dalam dilema. Mereka diancam dari berbagai penjuru, dari ancaman hukuman penjara hingga penghilangan nyawa.  Belum lagi kasus pem-bully-an yang dialami guru viral di berbagai media sosial. Menyedihkan!

Lantas bagaimana mendiskusikan hal rumit ini? Awali dengan tanpa menyalahkan siapa pun. Karena saling menyalahkan tidak akan mendatangkan kebaikan, justru menciptakan masalah lain. Semua berbenah dan mengambil peran agar tidak terjadi dan terjadi lagi. Siapa bisa berbuat apa sesuai kapasitasnya.

Guru

Di seminar-seminar motivasi hypno-teaching, saya selalu tegaskan bahwa menjadi guru zaman ini tidak sama dengan menjadi guru beberapa dekade lalu. Zaman telah berubah. Cara mengajar pun sudah harus disesuaikan. Apa yang tidak boleh berubah adalah semangat mencerdaskan kehidupan bangsa. Itu tidak boleh dihilangkan. Semangatnya harus sama tapi caranya yang mesti diubah.

Suka atau tidak suka, kondisi psikologi anak-anak kita saat ini sangat labil dan emosional. Tentu ini banyak faktor penyebabnya. Bisa saja dari apa yang mereka tonton, kondisi keluarga, pengaruh teman, lingkungan tempat tinggal, dan lain sebagainya. Maka dari itu, seorang guru saat ini harus benar-benar memahami karakter dan psikologi anak didiknya.

Pastilah seorang guru ingin berbuat dan memberikan yang terbaik untuk siswa/siswinya. Melarang anak merokok adalah kewajiban seorang guru agar para siswa tidak menjadi pecandu nikotin. Bagus untuk masa depan mereka. Tapi, apakah sudah dilakukan dengan cara yang baik? Sudahkah dipelajari kondisi emosi anak itu saat ditegur? Jangan-jangan sang siswa habis bertengkar dengan temannya. Jangan-jangan baru putus cinta? Atau boleh jadi sedang menghadapi banyak masalah. Jika hal-hal semacam ini tidak dipahami, maka kebaikan bisa berubah jadi horor!

Berat bangat ya jadi guru. Berbuat baik saja harus meregang nyawa. Iya, tapi ingat, pahalanya besar, Insya Allah. Jangan takut jadi guru!

Orang Tua

Saya juga sering tegaskan, seperti halnya guru, jadi orang tua hari ini tidak sama dengan menjadi orang tua puluhan tahun silam. Beda!

Bedanya banyak. Tapi satu hal yang perlu diperhatikan adalah perkembangan psikologi anak. Kesibukan orang tua terkadang mengorbankan perhatian mereka terhadap anak. Ini fenomena zaman. Tapi tidak boleh pula menjadikan zaman sebagai kambing hitam. Kita cari solusi terbaik.

Ingat, anak-anak tidak dilahirkan langsung sukses, bahagia, pandai dan jadi pemenang. Anak-anak  juga tidak dilahirkan langsung gagal, menderita, kecewa, nakal dan kalah. Tidak! Tetapi anak-anak mempunyai potensi untuk kedua-duanya. Potensi untuk menjadi juara dan pecundang. Orang tua punya peran besar untuk menentukan potensi mana yang anak-anak mereka kembangkan.

Saya sangat yakin, bahwa kasus pembunuhan yang dilakukan oleh seorang siswa ini bukanlah terjadi begitu saja. Tapi ada faktor-faktor lain yang boleh jadi selama ini terabaikan. Ada hal-hal yang luput dari perhatian kita semua akan kebutuhannya. Semua kita, dari pemerintah, sistem, guru, orang tua, lingkungan, dan lain sebagainya.

Mengapa seseorang membunuh? Puluhan teori tersedia. Kita ambil satu misalnya, teori social control yang menyatakan bahwa ‘most people would commit crime if not for the controls that society places on individuals through institutions such as schools, workplaces, and families.’ Tentu melalui kontrol yang baik dan tepat.

Akhirnya, para bapak dan ibu guru, jangan kendurkan semangatmu untuk mendidik anak-anak bangsa ini. Jangan pula khawatir untuk menanamkan kebaikan pada generasi muda negeri ini. Alih-alih saling menyalahkan, mari kita semua membenahi diri untuk terus berbakti. Turut berduka cita mendalam untuk Bapak Alexander Pangkey. Selamat jalan, Pak.

 

*Akademisi UIN STS Jambi

Exit mobile version