DETAIL.ID, Jambi – Perkumpulan Hijau (PH) — sebuah lembaga yang concern terhadap isu-isu lingkungan — sejak 2010 telah menemukan berbagai pelanggaran di areal konsesi seluas 10.000 hektar yang dikelola oleh PT Alam Lestari Nusantara (ALN) — anak perusahaan PTPN VI Jambi.
Sejak 2010, PH telah menginvestigasi areal Hutan Tanaman Industri (HTI) jenis karet tersebut. Setidaknya tiga hal yang dilanggar. Pertama, setengah konsesi itu merupakan wilayah jelajah hidup Gajah Sumatra. Kedua, PT ALN telah merusak kebun-kebun masyarakat. Ketiga, konsesi itu sampai menanam karet di bibir anak-anak Sungai Terisak.
Ironisnya, kata Feri Irawan, dokumen Amdal yang mereka peroleh tidak menyebutkan bahwa konsesi itu berada dalam kawasan wilayah jelajah hidup Gajah Sumatra.
“Saya yakin ada manipulasi ketika menerbitkan dokumen Amdal tersebut sehingga bisa terbit. Kalau tidak, saya yakin, izinnya pasti tidak akan bisa dikeluarkan pemerintah,” kata Feri Irawan kepada detail, Kamis (8/3/2018) malam.
Izin PT ALN itu awalnya diterbitkan atas nama PT Bukit Kausar — juga anak perusahaan PTPN VI Jambi — pada tahun 2009 lalu. Lokasinya di Desa Sipintun, Transat Dusun III, Kecamatan Pauh, Kabupaten Sarolangun.
Kemudian, lahan-lahan masyarakat yang dihancurkan juga belum diganti rugi sampai sekarang. Bahkan, perkebunan karet itu justru mengancam pemukiman masyarakat di Dusun III tersebut.
Akibat tindakan PT ALN itu, menurut Feri, perusahaan justru kewalahan menghadapi populasi Gajah Sumatra yang nyaris punah. Tanaman mereka sering kali dirusak oleh gajah. Perusahaan menghadapinya dengan membekali bedil untuk mengusir gajah. “Yang repot kan justru mereka sendiri,” kata Feri.
Oleh karena itu, tindakan PT ALN dinilai Feri Irawan telah melanggar dua UU. Pertama, Undang Undang Lingkungan Nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Kedua, Undang Undang Nomor 18 tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan. (DE 01)