DETAIL.ID, Jambi – Selasa (13/3/2018) besok, secara serentak film dokumenter Asimetris akan ditonton bareng secara perdana di 27 kota di Indonesia. Di Jambi digelar nonton bareng di dua tempat, yaitu Kota Jambi dan Bangko, Kabupaten Merangin.
Di Kota Jambi, yang awalnya akan digelar di Kantor Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Jambi dipindah ke The Tempoa Jelutung (belakang Pasar Hongkong). Kita khawatir penonton yang datang lebih dari 200 orang makanya kita geser ke Tempoa,” kata Feri Irawan, Direktur Eksekutif Perkumpulan Hijau kepada detail, Senin (12/3/2018) siang.
Feri juga turut membantu proses penggarapan film Asimetris yang dikerjakan sejak 2015 hingga 2018. Menurut Feri, film ini digarap oleh Watchdoc — rumah produksi audio visual yang dirintis sejak 2009 dan telah menghasilkan karya-karya komersial maupun non-komersial untuk berbagai stasiun televisi dan media di dalam dan luar negeri.
Kenapa Asimetris wajib ditonton? “Sebab film ini adalah karya terbaik anak bangsa. Film ini sekalipun berbentuk dokumenter tetapi digarap dengan apik dan metode jurnalisme investigatif. Pengambilan gambarnya keren dan dipaparkan dengan fakta-fakta yang akurat dan aktual. Makanya rugi jika tidak menonton film ini,” ujar Feri.
Secara singkat, Feri menceritakan bahwa film ini dimulai dari kisah setelah menempuh perjalanan 14.000 kilometer menggunakan sepeda motor viodegrafer Dandy Dwi Laksono dan Suparta Arz tiba di Kalimantan, yang sedang berada di puncak tragedi kabut asap. Keduanya mencari tahu dan merekam apa sesungguhnya penyebab bencana lingkungan yang berdampak pada 69 juta jiwa manusia itu.
Salah satu sorotannya adalah kepada industri perkebunan kelapa sawit yang luasnya kini mencapai 11 juta hektar atau hampir sama luasnya dengan pulau Jawa. Selain Kalimantan, kisah yang diangkat juga meliputi Sumatra hingga Papua tengah menghadapi masuknya perkebunan komoditas dunia itu.
Namun ternyata, rakyat Indonesia hanya menikmati sedikit dari hasil perkebunan itu. Yang paling banyak menikmati keuntungannya adalah negara-negara luar. “Dengan kata lain, kita hanya mendapat dampaknya sementara keuntungannya diperoleh orang luar negeri,” kata pria berambut gondrong ini. (DE 01)