DETAIL.ID, Jakarta – Ditjen Pajak memperkirakan serapan insentif pajak untuk dunia usaha dalam program pemulihan ekonomi nasional (PEN) tak akan mencapai 50 persen hingga akhir 2020. Pasalnya hingga awal November lalu keringanan pajak baru mencapai 38,8 persen, sementara waktu yang tersisa untuk menikmati insentif yang diobral pemerintahan hanya tinggal sebulan.
“Yang Anda lihat memang sebenarnya sudah semua (yang mengajukan insentif). Sudah di situ semua. Nah, kira-kira seperti itu (posisi sampai akhir tahun),” ucap Direktur Penyuluhan, Pelayanan dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Pajak (DJP)Hestu Yoga Saksama seperti dilansir CNNIndonesia.com, Jumat 20 November 2020.
Hestu menuturkan realisasi serapan insentif pajak yang rendah itu disebabkan total alokasi belanja pajak yang ditetapkan tahun yang didasarkan pada data sebelum covid-19. Sehingga, ketika aktivitas bisnis terganggu sepanjang masa pandemi, wajib pajak tak punya kesempatan untuk memanfaatkan fasilitas tersebut.
“Banyak insetif pajak ini memang terkait dengan transaksi, jadi kalau pandemi seperti ini kan transaksi memang drop. Kalau transaksi turun, insentif yang mereka ajukan tidak setinggi yang kami perkirakan,” ujarnya.
[jnews_element_newsticker newsticker_title=”baca juga” newsticker_icon=”empty” enable_autoplay=”true” autoplay_delay=”2500″]
Ia mencontohkan, insentif pajak penghasilan (PPh) Pasal 22 Impor yang tak banyak dimanfaatkan karena perdagangan dalam negeri masih lesu. Sementara aktivitas manufaktur yang memakai barang-barang impor sebagai bahan baku belum beroperasi penuh.
“Kami waktu itu mengganggap sekian insetifnya ternyata impornya masih belum membaik. Kelihatan sampai bulan ini kan impornya turun,” ujar Hestu.
Berdasarkan catatan DJP per 2 November 2020, hanya 211.476 wajib pajak (WP) yang memanfaatkan insentif yang digelontorkan pemerintah. Dari total tersebut 129.744 di antaranya menerima insentif pajak penghasil (PPh) Pasal 21 ditanggung pemerintah (DTP), dan 14.085 menerima pembebasan PPh Pasal 22 Impor.
Kemudian 65.699 wajib pajak menerima fasilitas pengurangan angsuran PPh Pasal 25 dan 1.948 sisanya mendapatkan percepatan restitusi pajak.
Sedangkan secara sektoral, mayoritas penerima insentif merupakan wajib pajak sektor perdagangan, industri pengolahan (manufaktur), konstruksi dan real estate, jasa perusahaan
Perdagangan merupakan sektor yang paling banyak menerima insentif yakni sebesar 99.007 atau 46,82 persen dari total wajib pajak penerima insentif. Kemudian berturut-turut ada sektor industri pengolahan 40.905 (19,34 persen), konstruksi dan real estate 14.653 (5,93 persen) lalu jasa perusahaan 13.454 (6,34 persen).
Sementara itu, Pengamat Pajak Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Fajry Akbar mengatakan rendahnya realisasi tersebut disebabkan minimnya sosialisasi yang dilakukan DJP terhadap pelaku usaha. Hal tersebut wajar sebab pandemi telah membatasi aktivitas pemerintah salah satunya dalam hal sosialisasi.
Karena itu lah ia berharap tahun depan insentif pajak kepada dunia usaha bukan hanya dikurangi melainkan diubah dalam bentuk cash transfer.
“Tanpa tatap muka, kita akui, sosialisasi menjadi lebih sulit,” ujarnya.
Di samping itu, masih ada wajib pajak yang enggan untuk memanfaatkan fasilitas tersebut. Memang, proses administrasi telah dipermudah. Tapi kewajiban untuk melakukan pelaporan tiap bulan memberatkan bagi sebagian wajib pajak. “Ada risiko wajib pajak untuk diperiksa ke depannya. Karena itu WP lebih memilih opsi main aman,” ucapnya.