SEPERTI yang kita tahu, kampus merupakan miniatur negara, dimana bentuk segala kegiatan negara diadaptasi ke dalam lingkup dunia perkuliahan. Hal tersebut dilakukan untuk mengenalkan kepada para mahasiswa/i bagaimana nantinya terjun ke dalam masyarakat setelah selesai menjalani proses perkuliahan.
Begitu pula dengan halnya perpolitikan pasti juga terdapat di dalam setiap kampus, bagaimana tata cara realisasi berpolitik dengan baik dan benar, dan sebagai penentu perkembangan kampus ke depannya. Tak hanya lepas terkait perpolitikan, mahasiswa pun juga harus memahami etika dalam berpolitik, agar nantinya dapat menjadi penerus bangsa yang berintegritas.
Saat ini Universitas Jambi atau yang disingkat Unja tengah menjalani pesta demokrasi yaitu PEMIRA (Pemilihan Mahasiswa Raya), yang dimulai dari tanggal 21-24 Agustus 2020. Diselenggarakan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk memilih Presiden serta jajaran di bawahnya.
Hal yang menariknya, Unja meluncurkan sistem pemilihan pertama kali melalui sistem daring/online (e-PEMIRA) yang didesain khusus oleh LPTIK (Lembaga Pengembangan Teknologi Informasi dan Komunikasi) Unja di saat pandemi COVID-19 ini. Jika berbicara terkait refleksi politik beretika tentulah mahasiswa sebagian besar tahu bagaimana politik beretika itu seharusnya. Namun, masih perlu untuk kita garis bawahi permainan politik akan selalu ada manipulasi dalam praktik pelaksanaannya.
[jnews_element_newsticker newsticker_title=”Baca Juga” newsticker_icon=”empty” enable_autoplay=”true” autoplay_delay=”2500″ newsticker_animation=”vertical”]
Prinsip dalam politik beretika harus selalu dipegang oleh setiap mahasiswa berdasarkan ideologi Pancasila yang menjadi dasar Negara. Memahami setiap nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila juga menjadi faktor pendukung refleksi etika dalam berpolitik. Karena politik merupakan sesuatu yang masuk pada ranah sensitif terlebih dalam perbedaan pilihan sangatlah menjadi permasalahan tidak hanya di dunia kampus saja, melainkan di negara ini. Hal tersebut pun sering memunculkan berbagai hiruk-pikuk yang tak kunjung usai. Sehingga dapat kita katakan saat ini negara kita tengah menghadapi krisis moralitas.
Dalam halnya prinsip politik beretika setiap lembaga di kampus haruslah independen, mahasiswa pun wajib mengutamakan asas LUBER (Langsung, Umum, Bebas, dan Rahasia) serta Jujur dan Adil pada saat pemilihan. Sehingga mahasiswa tidak boleh untuk tidak menentukan pilihannya atau golput, karena sebagai seorang yang terpelajar tentunya mengetahui bagaimana setiap suara yang diberikan sangatlah menentukan kemajuan kampus untuk ke depannya.
Sama halnya dengan negara, di kampus pun terdapat suatu golongan yang berkuasa dan juga golongan lainnya yang berbeda, dan akan selalu menimbulkan suatu gesekan yang sering memunculkan api. Strategi politik berbagai golongan menjadi anak panah masing-masing yang siap untuk diluncurkan. Ini pun dapat kita sebut sebagai politik praktis, dan menurut pandangan penulis mahasiswa harus mempersiapkan bekal yang kuat ketika akan terjun ke dalam dunia politik kampus.
Apabila mahasiswa memiliki pengetahuan yang minim terhadap perpolitikan itu sendiri, maka akan mudah untuk di adu domba dan digoyahkan, yang mana sangat tidak mencerminkan jati diri seorang mahasiswa itu sendiri. Kita pun harus selalu berpikiran terbuka (open minded), dan tidak langsung menelan mentah-mentah sesuatu, sebelum mengetahui hal tersebut dari dua sisi. Sehingga bentuk pemikiran mahasiswa yang kritis tidak akan hilang, jika selalu berpikir sebelum melangkah.
Menurut Suseno 1987: etika politik sangat berkaitan erat dalam bidang pembahasan moral manusia. Dan etika politik sebagai dasar fundamental manusia sebagai makhluk yang beradab dan berbudaya. Untuk itu kita sebagai manusia tentulah tahu bagaimana moral dan etika yang seharusnya dalam menjalani proses politik.
Jangan akibat suatu tujuan atau kepentingan membuat manusia itu sendiri lupa akan sesuatu yang benar atau yang salah. Refleksi dalam etika berpolitik mesti ditanamkan dalam jati diri setiap mahasiswa karna ia merupakan penyambung lidah rakyat. Tidak tuli ketika mendengar keluhan rakyat, tidak buta akan kekuasaan dan jabatan, serta tahu menempatkan diri pada sesuatu yang baik.
Saat proses perkuliahan pun mahasiswa harus memiliki balance dalam hal akademik dan non akademik. Dua faktor tersebut tidak bisa lepas dari mahasiswa, boleh saja mereka memilih akan salah satunya. Namun, apabila berani menyeimbangkan kedua-keduanya maka justru itu akan lebih baik. Jadilah mahasiswa yang tidak apatis, tetap tahu bagaimana menempatkan moral dan etika pada situasi apa pun.
Berpolitik itu bagus apabila didukung dengan wawasan dan pengetahuan yang elegan. Jangan sampai kita sebagai generasi muda malah meneruskan sistem perpolitikkan yang dikenal dengan licik dan kotor, serta mengakibatkan tidak sinkronnya arti dari politik itu sendiri. Dan jadilah pemimpin yang benar-benar mengemban tugas serta tanggung jawabnya semaksimal mungkin, dengan mengedepankan etika dan moral yang sesuai.
*Mahasiswi Program Studi Ilmu Pemerintahan Universitas Jambi