Demikian tercantum dalam pernyataan bersama yang dirilis Kepala pinjaman PBB Martin Griffiths dan sejumlah golongan serta organisasi kemanusiaan.
“Melarang wanita bekerja di pekerjaan kemanusiaan mempunyai konsekuensi eksklusif yang mengancam jiwa bagi semua warga Afghanistan. Saat ini, sejumlah acara penting tidak boleh sementara sebab kurangnya staf wanita,”ujar demikian suara pernyataan bareng tersebut mirip dikutip CNN, Kamis, 29 Desember 2022.
Dalam pernyataan itu, mereka memperingatkan bahwa program lainnya kemungkinan juga bakal tidak boleh lantaran tak mungkin memperlihatkan dukungan kemanusiaan yang penuh ‘prinsip’ tanpa mengikutsertakan staf perempuan.
“Kami memperkirakan banyak aktivitas yang bakal tidak boleh sementara sebab kami tidak mampu menunjukkan pertolongan kemanusiaan yang mendasar tanpa staf perempuan,” demikian pernyataan PBB.
PBB sebelumnya mendesak penguasa di Afghanistan, Taliban, mencabut larangan wanita masuk kerja di sejumlah NGO di negara tersebut.
Kepala HAM PBB Volker Turk mengatakan larangan itu mengandung konsekuensi menakutkan bagi para wanita.
“Tidak ada negara yang mampu berkembang, bahkan bertahan secara sosial dan ekonomi dengan setengah populasinya dikecualikan. Pembatasan tak terduga yang dikenakan pada perempuan dan anak perempuan ini tidak cuma akan memajukan penderitaan semua warga Afghanistan namun, aku khawatir, menyebabkan risiko di luar perbatasan Afghanistan,” katanya mirip dikutip dari AFP, Selasa, 27 Desember 2022.
Dia mengatakan kebijakan itu berisiko menciptakan penduduk Afghanistan tidak stabil.
“Melarang perempuan melakukan pekerjaan di LSM akan merampas pendapatan mereka dan keluarga mereka, dan hak mereka untuk berkontribusi secara konkret bagi pembangunan negara mereka dan kemakmuran sesama warga mereka,” katanya.
Taliban pada Sabtu, 24 Desember 2022 kemudian memang mengeluarkan kebijakan yang melarang wanita bekerja di organisasi non-pemerintah.
Aturan itu diumumkan di tengah sejumlah larangan Taliban terhadap perempuan Afghanistan yang diklaim menggerus eksistensi perempuan.
Taliban menutup terusan bagi kaum hawa untuk mendapat pendidikan tinggi alias kuliah. Anak-anak perempuan juga tak diizinkan mengenyam pendidikan di dingklik sekolah menengah.
Perempuan juga cuma dibolehkan melakukan pekerjaan di bidang-bidang tertentu yang disepakati pemerintah.
Taliban secara historis memang kerap memperlakukan perempuan sebagai warga negara kelas bawah dan sasaran kekerasan hingga akad nikah paksa saat mereka memimpin Afghanistan pada 1996-2001.