DETAIL.ID, Jambi – Anti Illegal Loging Institute (AILInst) melalui direkturnya, Diki Kurniawan menyampaikan siaran pers mengenai temuannya, Kamis 24 Februari 2022. Dari total 2.098.535.00 Ha kawasan hutan Provinsi Jambi, seluas 386.490 Ha diperuntukan untuk program Perhutanan Sosial.
Acuan pencapaian program Perhutanan Sosial per September 2021 mencapai luasan 200.511,73 Ha. Adapun dari total luas 1.222.077 Ha kawasan hutan Produksi Provinsi Jambi, seluas 776.652 Ha telah diperuntukan untuk konsesi Hutan Tanaman Industri (HTI) di mana hampir 50% atau sekitar 450.000 Ha di antaranya dikuasai oleh Perusahaan Asian Pulp and Paper -. Sinarmas Forestry Group (APP-SMG), yaitu PT Wira Karya Sakti (WKS) seluas 390.378 Ha, PT Rimba Hutani Mas (RHM) seluas 35.814 Ha dan PT Tebo Multi Agro (TMA) seluas 19.200 Ha.
Menurut hasil investigasi AILInts, sepanjang tahun 2020 sampai dengan awal tahun 2022, Asian Pulp and Paper – Sinarmas Forestry Group (SPP-SMG) melalui 2 (dua) unit manajemennya yakni PT WKS dan PT Lontar Papyrus Pulp & Paper Industry (LPPPI) terbukti telah melakukan ekspansi ke 7 (tujuh) areal izin Perhutanan Sosial.
Di antaranya, gabungan 5 Koperasi Hutan Tanaman Rakyat (HTR) di Desa Sengkati Baru Kabupaten Batanghari yakni HTR Pajar Hutan Kehidupan, HTR Alam Tumbuh Hijau, HTR Rimbo Karimah Permai, HTR Hijau Tumbuh Lestari, HTR Alam Sumber Sejahtera, dan ekspansi ke areal HTR Teriti Jaya.
Selanjutnya ada Hutan Kemasyarakatan (HKM) Gapoktan Muara Kilis Bersatu di Kabupaten Tebo. Total luasan keseluruhan kawasan mencapai 6.784,29 hektar. Seluruh area izin Perhutanan Sosial ini dijadikan sebagai perluasan areal tanaman monokultur perusahaan HTI PT WKS dan sumber pasokan bahan baku kayu yang dipasok ke pabrik pembuatan bubur kertas dan kertas PT LPPPI, milik APP-SMG.
AILINst mengaku telah melakukan pemantauan di lapangan. Hasilnya, diketahui bahwa areal-areal izin Perhutanan Sosial ini sebelumnya merupakan kawasan hutan produktif. Hutan tersebut memiliki kayu alam dan tutupan hutan serta belukar tua yang masih baik serta sebagian besar berada di wilayah penyangga penting (bufferzone).
Kawasan Taman Nasional Bukit Tigapuluh (TNBT) yang merupakan kawasan hutan hujan tropis dataran rendah yang memiliki keanekaragamanhayati yang sangat tinggi. Di mana, hampir seluruh spesies flora dan fauna di Pulau Sumatera terdapat pada lanskap Bukit Tigapuluh ini sehingga merupakan daerah kunci keanekaragaman hayati (Key Biodiversity Area) dan di sisi lain juga merupakan ruang hidup masyarakat adat Orang Rimba dan Talang Mamak yang secara tradisional merupakan penghuni hutan yang sangat bergantung pada sumber daya hutan.
Sejak areal-areal izin Perhutanan Sosial ini dikerjasamakan dengan PT WKS justru terjadi perubahan tutupan hutan yang sangat ekstrem. Selain itu, ruang hidup masyarakat adat Orang Rimba dan Talang Mamak dan daerah kunci keanekaragaman hayati (Key Biodiversity Area) pun ikut terancam. Begitu pula dengan habitat satwa kunci bernilai konservasi tinggi (HCV), terutama Gajah Sumatera (Elephas Maximus Sumatranus) dan Harimau Sumatera (Panthera tigris sumatraensis)
Di samping persoalan ekspansi HTI di area perhutanan sosial yang menyebabkan deforestasi, membabat habitat satwa dan menggerus ruang hidup masyarakat adat Orang Rimba, di sisi lain PT WKS terindikasi juga melakukan pembukaan dan pelebaran kanal serta melakukan upaya revegetasi yang tidak sesuai ketentuan di lahan gambut yang belum berkembang paska kebakaran berulang tahun 2015-2019 di area konsesinya.
Merujuk pada data dan hasil temuan dimaksud, untuk itu melalui siaran persnya AILINst pun menyatakan:
- Mendesak APP untuk mengevaluasi dan menghentikan seluruh kerjasama kemitraan yang telah dibangun PT Wira Karya Sakti dan PT Lontar Papyrus Pulp & Paper Industry selaku anak perusahaannya dengan 7 (tujuh) kelompok pengelola perhutanan sosial di Provinsi Jambi dan menyatakan komtimennya untuk tidak melanjutkan ekspansi ke kawasan hutan tersisa di areal izin Perhutanan Sosial;
- Meminta APP secara terbuka merilis data dan dokumen pemanfaatan areal perhutanan sosial sebagai wujud dan tanggung jawab APP atas komitmennya untuk memastikan standar keberlanjutan dan kebijakan nol deforestasi dan nol ekspansi di seluruh rantai pasoknya benar-benar dipenuhi dengan baik.
- Menuntut klarifikasi PT Inti Multima Sertifikasi selaku Lembaga Sertfikasi yang telah menerbitkan Sertifikat Legalitas Kayu (S-LK) nomor IMS-SLK-370 dengan masa berlaku 6 tahun (12 April 2021 s.d 11 April 2027) kepada Gapoktan HKM Muara Kilis Bersatu yang terkesan tidak mempertimbangkan dampaknya terhadap wilayah penghidupan masyarakat adat Orang Rimba dan kondisi keanekaragaman hayati bernilai konservasi tinggi (HCV) di area HKM Muara Kilis Bersatu sebagai dasar pertimbangan dalam proses penerbitan S-LK kepada Gapoktan HKM Muara Kilis Bersatu.
- Melalui rilis pers ini juga kami mendesak PT Almasentra Sertifikasi untuk membekukan Sertifikat PHPL PT Wira Karya Sakti (S-PHPL) Nomor : 24-PHPL-006 dengan masa berlaku sertifikat 13 Agustus 2019 s.d 12 Agustus 2024, dan meminta PT TUV Rheinland Indonesia untuk membekukan sertifikat PT Lontar Papyrus Pulp & Paper Industry Nomor : 824 303 120015 masa berlaku 17 August 2021 s.d 16 August 2027 karena terbukti telah melakukan penggaran pemanfaatan terhadap area izin Perhutanan Sosial;
- Meminta Komite Akreditasi Nasional (KAN) untuk melalukan audit terhadap PT Almasentra Sertifikasi, PT Inti Multima Sertifikasi dan PT TUV Rheinland Indonesia selaku Lembaga VLK yang menerbitkan SLK 7 izin Perhutanan Sosial dan SPHPL terhadap PT.WKS dan PT LPPI;
- Meminta Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) untuk turun ke lapangan memeriksa temuan indikasi pelanggaran Hak Asasi Manusia atas dampak pelanggaran pemanfaatan kawasan hutan Perhutanan Sosial oleh perusahaan HTI yang berdampak pada hilangnya kawasan hutan sumber penghidupan dan hak-hak masyarakat adat Orang Rimba;
- Meminta Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) melalui jajarannya di daerah, termasuk Dinas Kehutanan Provinsi Jambi untuk melakukan evaluasi terhadap izin HKM Gapoktan Muara Kilis Bersatu dan atau setidak-tidaknya membentuk tim investigasi independen bersama yang melibatkan partisipasi semua pihak baik organisasi masyarakat sipil (CSO), lembaga pemantau independen, Pemerintah, BKSDA, dan masyarakat, untuk melakukan verifikasi dan mencari solusi bersama atas ancaman kerusakan ruang hidup Orang Rimba serta habitat gajah dan harimau Sumatera di areal HKM Muara Kilis Bersatu yang disebabkan oleh ekspansi perusahaan HTI APP ini.
- Di akhir, kami menghimbau dan mengajak masyarakat luas khususnya masyarakat Provinsi Jambi untuk berperan aktif memantau, mengawal dan melaporkan segala temuan praktik ekspansi dan perambahan yang dilakukan korporasi HTI yang menyebabkan deforestasi di kawasan hutan tersisa Jambi.