DETAIL.ID, Jakarta – Memasuki hari ke-10 Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat, para pelaku usaha di bidang jasa boga mulai merisaukan dan berteriak akibat ketidakpastian terhadap bagaimana nasibnya ke depan.
Saat ini, banyak pemilik restoran yang harus gulung tikar karena tidak sanggup lagi untuk menutupi biaya operasional akibat pendapatan yang tipis selama masa PPKM darurat.
“Sama saja kayak tutup, pendapatan saja cuma 10%, paling besar ya 15% lah dari normal. Jangan lihat turunnya berapa, tapi segitulah omsetnya sekarang,” kata Wakil Ketua Persatuan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Bidang Restoran Emil Arifin.
Saat ini restoran hanya boleh beroperasi dengan syarat take away atau makanan dibawa pulang, sementara dine-in atau makan di tempat dilarang. Jelas bahwa pendapatan dengan cara seperti ini sangat tidak menjanjikan ditambah lagi penjualan melalui sistem daring juga terlihat tidak banyak membantu.
Sementara, beban operasional yang menjadi tanggungan tidak sedikit. Mulai dari biaya sewa hingga gaji karyawan. Saat ini, gaji karyawan sudah dipangkas, namun biaya sewa tetap menjadi kewajiban dari pemilik restoran kepada pusat perbelanjaan maupun pemilik tempat.
“Pusat perbelanjaan diprotes sama ritel-ritel, karena kita bayar uang sewa tapi nggak ada income. Tapi mall bilang dosa pemerintah jangan gue yang nanggung dong,” katanya.
Emil sebagai seorang pelaku usaha juga menekankan agar pemerintah juga jangan lepas tangan dengan hanya membuat aturan untuk menutup tempat atau melarang adanya aktivitas di pusat perekonomian tanpa menanggung biaya yang menjadi kerugian pelaku ekonomi sendiri.
“Jadi pemerintah seharusnya, oke biaya uang sewa dan service charge, PBB kita bayar. Jadi hidup semuanya,” ujarnya.