“Hai orang-orang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertaqwa” (QS. Al Baqarah : 183)
BUKAN hanya menahan makan dan minum saja ketika berpuasa. Allah telah menjadikan puasa sebagai pembatas diri dari hal-hal tercela. Pada saat berpuasa, orientasi kita dialihkan dari menu jasmani ke menu rohani. Fokus kita adalah segera mengesampingkan selera jasmani untuk berkonsentrasi pemenuhan hasrat rohani.
Beruntunglah kita yang dapat berpuasa selama bulan Ramadan, karena puasa itu bukan saja dapat membersihkan rohani manusia juga akan membersihkan jasmani manusia itu sendiri. Semua organ pada tubuh kita senantiasa digunakan nonstop 1 x 24 jam. Alhamdulillah dengan berpuasa kita dapat mengistirahatkan alat pencernaan kita lebih kurang selama 12 jam setiap hari.
Di lain pihak, dalam bulan puasa, kita sebagai manusia sebagai makhluk sosial, abdi negara juga tetap melaksanakan kegiatan sehari-hari seperti bulan biasanya dalam rangka bekerja menunaikan tugas mengabdi untuk negeri. Guru juga akan tetap bekerja seperti bulan-bulan yang lain.
Baru saja pemerintah ‘membolehkan’ Pembelajaran Tatap Muka (PTM) yang selama ini sebagian Sekolah/Madrasah melakukan pembelajaran daring selama pandemi COVID-19. Keberadaan situasi pandemi membuat sistem pendidikan kita mau tidak mau harus berbenah.
PTM dibolehkan apalagi bila tenaga pendidik dan tenaga kependidikan sudah divaksin, begitu kata pemerintah. Dibolehkan PTM bukan berarti PJJ harus dihentikan, PJJ harus tetap menjadi alternatif dan memperkaya model pembelajaran dan diharapkan dapat memicu perubahan baik dalam sistem pendidikan di Indonesia.
Memang kita sedang mencari format sistem belajar ideal yang terstruktur yang menjadikan siswa sebagai fokus dan pelaku utama kegiatan pembelajaran, yang menumbuhkan kemampuan berpikir kritis, mampu menganalisis masalah yang diberikan, menciptakan solusi, memiliki keterampilan dasar yang mumpuni untuk siap terjun ke dunia kerja serta siap bersaing secara kompetitif.
Tentu ini tidaklah mudah, perlu kolaborasi dengan semua pihak: sekolah/madrasah harus diberi otoritas membuat kebijakan yang futuristik berbasis lokal dengan mengedepankan karakter baik, guru harus berkomitmen menjadi guru ’yang sebenarnya’, siswa mau belajar dan didukung secara maksimal oleh orang tua dan masyarakat.
Saat pandemi, banyak orang mengeluh dengan realitas kehidupan saat ini, semua gerak dibatasi demi prokes, ekonomi menurun. Hidup semakin tidak menentu, lebih banyak manusia yang hidup di dunia maya dari dunia nyata, informasi melimpah ruah tidak tentu lagi mana yang benar, mana yang bohong.
Untung, puasa Ramadan tiba. Allah SWT maha tahu, manusia itu makhluk lemah, sering salah, khilaf dan berbuat dosa, sering lupa, maka puasa Ramadanlah tempat manusia memohon ampun kepada-Nya.
Allah SWT minta manusia memohon rahmat dan ampunan-Nya dalam keadaan ‘perut kosong’ menahan haus dan lapar. Karena Allah SWT maha mengetahui, bila manusia ‘berbicara’ saat kenyang, manusia cenderung sombong, suka iri, lupa diri dan kadang-kadang berkata sekehendak hati. Berbeda bila manusia bermohon dalam keadaan ‘perut lapar’, manusia cenderung serius, penuh pengharapan, berbicara lembut. Ini hakikat puasa yang sebenarnya.
Begitulah puasa. Bisa menjadi media meraih kebajikan dan ladang ibadah, tapi bisa juga menjadi sarana penghalang, semuanya terasa berat dilakukan. Pilihan itu ada pada kita. Ilmu kitalah yang menentukan pilihan ini.
Ada yang sedikit keberatan PTM di saat pandemi dan ketika puasa. Walaupun pembelajaran di saat pandemi dan puasa bukanlah halangan bagi guru untuk menjadi guru ’yang sebenarnya’. Untuk itu, mestinya guru itu harus memiliki niat dan usaha untuk melakukan terobosan pedagogik, yaitu: ‘berijtihad, ijtihad pedagogik (Suherdi, 2007). Berijtihad pedagogik dalam rangka mengerah segala upaya untuk membuat pembelajaran tetap ‘hidup’ walaupun sedang puasa dan saat pandemi di mana kehidupan serba sulit.
Dalam literatur, begitu banyak makna ijtihad: (1) pengerahan segala kemampuan untuk mengerjakan sesuatu yang sulit; (2) Al-Hajibi mendefinisikan ijtihad sebagai tindakan menguras tenaga untuk mengetahui hukum tentang sesuatu dalam batas menduga; (3) mengerjakan sesuatu dengan segala kesungguhan, mengerjakan apa saja, asal dilakukan dengan penuh kesungguhan.
Prinsip belajar dalam bulan puasa dan di saat pandemik dalam usaha ijtihad pedagogik menurut Suherdi (2007) secara utuh mestinya mengikuti konsep Ukhwah Islamiyah yang berhasil menuntun Rasullullah dan para sahabatnya menuju kejayaan, yakni tatanan hidup berkualitas di dunia dan keberhasilan menggapai prospek optimal kebahagiaan akhirat. Prinsip-prinsip itu: amanah, Rahmah, Tausyiyah, dan Sillah (ARTS):
Pertama, amanah, melakukan tugas dengan penuh tanggung jawab, tuntas dan adil dan memastikan semua siswa mendapat kesempatan untuk mengalami segala kegiatan dan pengalaman belajar secara optimal dengan menyesuaikan dengan moda pembelajaran yang merupakan syarat keberhasilan belajar siswa baik PTM maupun daring.
Kedua, rahmah, perasaan kasih sayang guru kepada siswanya, untuk menuntun siswa menunaikan tugas belajar secara tuntas, sehingga timbul rasa aman dan memiliki optimisme untuk mencapai keberhasilan.
Dalam proses pembelajaran, tingkat rahmah merujuk pada kualitas kelembutan dan kearifan guru dalam membantu siswa menyelesaikan tugas-tugas belajarnya melalui komunikasi dan perilaku yang santun yang selalu membahagiakan siswanya. Efeknya, siswa belajar mandiri, tanpa paksaan.
Ketiga, tausiyah yaitu saling menasihati untuk senantiasa berbuat kebaikan dan kebenaran, guru selalu siap untuk belajar di mana saja, kapan saja, dengan siapa saja, siap dikoreksi. Belajar tanpa menunggu perintah, belajar bukan harus ikut diklat, workshop, dll. Guru belajar karena memang harus belajar. Dia dalam pembelajar ulung. Bukan hanya belajar, dia juga penulis, berbagi praktik baik dengan sama-sama guru.
Keempat, sillah yakni berkolaborasi untuk menyambung kasih sayang dan silaturahmi. Guru menyiapkan ‘panggung’ untuk siswa untuk bermitra dengan kawan-kawannya. Guru memberi kesempatan kepada siswa untuk saling belajar, saling berdiskusi dan bekerja sama secara intensif di dalam maupun di luar kelas.
Keikhlasan bekerja dalam bulan puasa di saat pandemi tergantung pada niat, ilmu dan persepsi kita.
Selamat menunaikan ibadah puasa, mohon maaf lahir dan batin!
*Penulis adalah Pendidik di Madrasah