Karut Marutnya PT MAJI, Anak Perusahaan PTPN VI

MERAMBAH: Kebun PT MAJI seluas 600 hektar yang diduga merambah kawasan hutan produksi sejak ditake over oleh PTPN VI, November 2016. (DETAIL/LP2LH)

DETAIL.ID, Jambi – Karut marutnya salah satu anak perusahaan yang satu ini mungkin bisa menggambarkan bobroknya PTPN VI Jambi. Ia adalah PT Mendahara Agro Jaya Industri (MAJI), perkebunan kelapa sawit di Tanjung Jabung Timur yang dibeli oleh PTPN VI pada 20 November 2012 lalu.

Awalnya peruntukan kawasan perkebunan PT MAJI seluas 5.860 hektar juga beralih fungsi dari Hutan Produksi (HP) menjadi Areal Penggunaan Lain (APL). Areal yang disetujui akhirnya hanya 3.231,95 hektar setelah pada 5 Juni 2012, BPN RI menerbitkan sertifikat HGU Nomor 6 Tahun 2012 untuk PT MAJI di Desa Padan Lagan, Kecamatan Geragai serta Desa Merbau dan Desa Sungai Tawar – keduanya masuk dalam Kecamatan Mendahara, Kabupaten Tanjung Jabung Timur. Lokasi ini tepat berada di sebelah izin lokasi PT Sinar Mas Perkasa (SMP).

Hanya beberapa bulan setelah PT MAJI mengantongi HGU, langsung dibeli oleh PTPN VI. Namun sampai sekarang PTPN VI belum memiliki dokumen take over dari PT MAJI termasuk akta perubahannya.

Berdasarkan salinan data akta notaris dan PPAT Firdaus Abu Bakar, Nomor 119 dan 120 tanggal 20 November 2012 tentang salinan akta jual beli saham antara Linda Riani dan PT Sekawan Maha Mulia dengan PTPN VI.

PT MAJI juga tidak mengubah izin lingkungan. Itu melanggar Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2012 tentang izin lingkungan. Pada pasal 50 ayat 1 dijelaskan, perusahaan wajib melakukan perubahan lain lingkungan apabila terjadi perubahan kepemilikan. Dengan demikian PT MAJI terancam pidana dan denda sebesar Rp1 miliar.

Namun di balik semua itu ternyata pada saat PT MAJI di-take over oleh PTPN VI terjadi mark up hingga Rp100 miliar. Di atas kertas pembelian senilai Rp150 miliar namun pembelian sesungguhnya hanya Rp50 miliar. Rp100 miliar dibagi-bagikan.

Kasus ini tengah dibidik oleh Kejaksaan Tinggi Jambi. Pada 22 Maret 2018, Kejati telah meminta keterangan dari Kepala Desa Lagan Tengah dan Sungai Tawar. Pemeriksaan itu terkait dugaan mark up pembelian PT Bukit Kausar dan PT MAJI.

Padahal, PTPN VI saat ini telah mengantongi sertifikat Indonesia Sustainable Palm Oil System (ISPO) sejak 18 Oktober 2016. ISPO adalah suatu kebijakan yang diambil oleh Pemerintah Indonesia dalam hal ini Kementerian Pertanian dengan tujuan untuk meningkatkan daya saing minyak sawit Indonesia di pasar dunia dan ikut berpartisipasi dalam rangka memenuhi komitmen Presiden Republik Indonesia untuk mengurangi gas rumah kaca serta memberi perhatian terhadap masalah lingkungan.

Tidak hanya itu, Lembaga Pemantau Penyelamat Lingkungan Hidup (LP2LH) juga menemukan tiga pelanggaran lainnya. Pertama, berdasarkan investigasi LP2LH di lapangan, PT MAJI tidak membuat laporan semester RPL/UPL periode tahun 2016 dan tahun 2017 terhadap kegiatan usaha perkebunan kelapa sawit.

Kedua, PT MAJI tidak memiliki izin TPS terhadap usaha perkebunan kepala sawit. Ketiga, PT MAJI diduga telah merambah kawasan hutan produksi hingga 600 hektar lebih. Soal perambahan ini, LP2LH telah memverifikasinya di lapangan berdasarkan SK Menhut Nomor 863 tahun 2014.

“Dalam waktu dekat kami akan melaporkan semua pelanggaran PT MAJI ini ke KPK,” kata Ketua DPP LP2LH, Tri Joko kepada detail, Selasa (27/3/2018). (DE 01)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *